TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG KE "PRO EDUKASI"

31 Juli 2013

GANJALAN DI AWAL IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013




Kurikulum 2013 telah disepakati untuk diimplementasikan mulai tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Mendikbud RI Nomor: 0128/MPK/KR/2013 Tanggal 5 Juni 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa implementasi kurikulum ini dilaksanakan secara bertahap dan terbatas, dan untuk tahun pertama ini mencakup 6.325 sekolah sasaran yang tersebar di seluruh provinsi dan 295 kabupaten/kota. Lalu kurikulum apa yang harus digunakan bagi sekolah-sekolah yang belum mengimplementasikan kurikulum 2013?

Jawaban atas pertanyaan tersebut tentu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pertanyaan berikutnya yang akan muncul atas jawaban tersebut adalah “Apa dasar hukumnya?”. Hal ini terkait dengan tidak adanya ketentuan yang menyebutkan untuk menggunakan kurikulum tersebut bagi sekolah (kelas) yang belum menjadi sasaran implementasi secara bertahap dari Kurikulum 2013. Apakah hal tersebut berlaku secara otomatis atas kata “bertahap” yang terdapat dalam surat edaran tersebut? Jika ini jawabnya lantas apa maksud dari perubahan yang terdapat dalam PP Nomor 32 Tahun 2013? Tentang Perubahan atas PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan?
Di dalam salinan PP tersebut (bsnp-indonesia.org/id/bsnp/wp-content/uploads/2013/05/PP.pdf) pada pasal 1 butir 7 disebutkan bahwa “Ketentuan Pasal 6 sampai dengan Pasal 18 dihapus.” Di dalam PP sebelumnya diantara pasal-pasal tersebut mengatur tentang KTSP. Bukankan ini bisa ditafsirkan bahwa KTSP tidak berlaku lagi dengan terbitnya PP baru tersebut? Beberapa Permen baru yang diterbitkan mengawali implementasi Kurikulum 2013 antara lain Permen No. 54/2013 (SKL), 65/2013 (Standar Proses), dan 66/2013 (Standar Penilaian) juga memuat pasal yang menggugurkan penggunaan standar yang ada pada KTSP. Hal ini terdapat dalam pasal 2 permen-permen tersebut yang menyatakan bahwa “Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.” (Permendikbud 66/2013). Bukankah ini juga bisa ditafsirkan bahwa sekolah tidak bisa lagi menggunakan permen tersebut sebagai salah satu paying hokum KTSP?
Hal lain yang berbeda dalam mengawali implementasi Kurikulum 2013 adalah masalah beban belajar per minggu. Sebagai contoh untuk jenjang SMP, dalam Permendikbud No. 68/2013 tentang Kurikulum SMP dinyatakan bahwa “Beban belajar satu minggu Kelas VII, VIII, dan IX adalah 38 jam pembelajaran.” Dengan tambahan keterangan “Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan tersebut.” Ini berarti sekolah bisa menambah berapa pun jam per minggunya (asal sesuai dengan kebutuhan siswa). Hal ini karena tidak adanya pembatasan penambahan jam tersebut seperti yang terdapat dalam permen sebelumnya tentang Standar Isi yang menyebutkan bahwa "Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan."

Beberapa pertanyaan di atas adalah salah satu bentuk kepedulian kami di lapangan atas pemberlakuan Kurikulum 2013. Pada kenyataannya sekolah-sekolah yang belum mengimplementasikan kurikulum baru tersebut tetap menggunakan kurikulum sebelumnya yaitu KTSP. Agar perubahan kurikulum ini berjalan lancar di lapangan, perlu penjelasan beberapa pasal dalam PP dan Permen-permen baru yang memuat pasal yang terasa mengganjal dalam penggunaan KTSP bagi sekolah-sekolah yang belum mengimplementasikan Kurikulum 2013.

03 Juli 2013

METODE PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA




Paradigma baru dalam pembelajaran menuntut perubahan proses dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centerd). Pembelajaran yang berpusat pada siswa harus memberikan kesempatan lebih luas kepada siswa untuk membangun pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi, terdapat 7 (tujuh) komponen utama dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, salah satunya adalah penyelidikan (inquiry) (Depdiknas, 2002: 5).

Selanjutnya dalam tulisan ini akan digunakan istilah discovery untuk menyatakan penemuan, dan bukan inquiry. Ini dikarenakan di dalam matematika istilah pembelajaran dengan penemuan (discovery learning) lebih dikenal dengan baik daripada pembelajaran dengan penyelidikan (inquiry learning). Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa “discovery learning is perhaps the best-known form of inquiry-based learning” (Westwood, 2008: 28).


Untuk mengimplementasikan komponen tersebut dalam proses pembelajaran matematika diperlukan metode atau cara tertentu. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat akan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran, sehingga peserta didik memiliki keterampilan tertentu. Kemampuan guru menetapkan metode pembelajaran yang tepat akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung lebih cepat dengan tingkat keterlibatan peserta didik yang tinggi. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat akan menciptakan situasi pembelajaran  yang  menyenangkan, sehingga  proses pembelajaran berlangsung lancar  dan  hasil  belajar  peserta didik optimal.


Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika adalah metode penemuan. Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa “metode pembelajaran discovery merupakan salah satu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika” (Sri Lestari, 2008: 312). Pendapat lain mengenai perlunya menggunakan metode penemuan dalam pembelajaran matematika dikemukakan oleh  Julie (Suck, 2011: 157): “in order for students to have an enriched mathematical experience it needs to be done through discovery. In order for students to have an enriched mathematical experience it needs to be done through discovery. Berdasarkan pendapat ini, pembelajaran matematika dengan penemuan memuat tujuan agar siswa memiliki pengalaman matematika yang lebih luas.

Metode penemuan merupakan komponen penting dalam pendekatan konstruktivisme, dan dibedakan menjadi 2, yaitu penemuan bebas (free discovery) dan penemuan terbimbing (guided discovery). Dengan pembelajaran penemuan siswa diharapkan menemukan prinsip-prinsip yang dipelajari, sehingga mereka tidak hanya menghafal prinsip-prinsip tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Westwood (2008: 28) yang mengatakan bahwa “by discovering principles, rather than just memorizing them, students learn not just what we know, but how we know it, and why it is important”.  

Swaak (2004: 225) menyatakan bahwa “discovery learning distinguishes itself by the central role of learning processes such as hypothesis generation (induction), experiment design, and data interpretation”. Ini berarti bahwa pembelajaran penemuan membedakan dirinya  melalui peran sentral dalam proses pembelajarannya, seperti misalnya pembuatan hipotesis (induksi), rancangan percobaan, dan interpretasi data. Selanjutnya Slameca & Graf (Alfieri, 2010: 3) menyatakan bahwa “discovery learning is efficacious because such learning involves the discovery and generation of general principles or explanation of domain-specific patterns after discovering such as one’s own”. Pembelajaran dengan penemuan sangat mujarab karena proses pembelajaran memuat kegiatan penemuan dan penyusunan prinsip-prinsip umum  atau penjelasan pola dari umum ke khusus.

Selanjutnya agar tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai, dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran guru hendaknya mempertimbangkan 4 (empat) hal, yaitu: (1) tingkat perkembangan peserta didik, (2) pola pikir dalam matematika, (3) semesta pembicaraannya, dan (4) tingkat keabstrakannya. Berdasarkan hal ini, maka metode pembelajaran penemuan terbimbing sangat cocok digunakan pada mata pelajaran matematika. 

Metode penemuan terbimbing biasanya digunakan dengan bahan yang dikembangkan pebelajarnya secara induktif (Al. Krismanto, 2003: 4). Pembelajaran dengan penemuan terbimbing digunakan  apabila  di  dalam  kegiatan  penemuan  guru  menyediakan  bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa, dan sebagian besar perencanaannya dibuat oleh guru. Metode penemuan terbimbing sangat dinikmati oleh siswa, karena metode ini lebih dianggap sebagai sebuah metode yang memotivasi siswa bagaimana mereka belajar. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Adkisson & McCoy, dan Odom et al., seperti dinyatakan dalam Westwood (2008: 29) bahwa “guided discovery is generally regarded as a motivating method, enjoyed by learners”.



Alfieri (2010: 5) menyatakan bahwa “the guided discovery conditions involved either some form of instructional guidance (i.e., scafolding) or regular feedback to assist the learner at each stage of the learning tasks”. Hal ini berarti kegiatan penemuan terbimbingmelibatkan beberapa bentuk bantuan dalam pembelajaran (yaitu, scafolding) atau umpan balik untuk membantu pebelajar pada setiap tahapan dari tugas belajar. Pendapat lain disampaikan Westwood (2008: 28-29) bahwa:

guided discovery, on the other hand, has a much tighter structure. The teacher usually explains the lesson objectives to the students, provides initial input or explanation to help students begin the task efficiently, and may offer suggestions for a step-by step procedure to find out the target information or to solve the problem.



Penemuan terbimbing, di sisi lain memiliki struktur yang jauh lebih ketat. Guru biasanya menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa, memberikan masukan awal atau penjelasan untuk membantu siswa memulai tugas secara efisien, dan dapat menawarkan saran untuk prosedur langkah-per langkah untuk mengetahui informasi target atau untuk memecahkan masalah.



Selanjutnya Westwood menyatakan bahwa:

 

a typical guided discovery learning session takes the following format:

· A topic is identified or an issue is posed; for example, what can we find out about magnets?

· Teacher and students work together to brainstorm ideas for ways of investigating the topic.

· Students work individually or in small groups to obtain and interpret data.

· Inferences and tentative conclusions are drawn, shared across groups and modified if necessary.

· Teacher clears up any misconceptions, summarises the findings and helps to draw conclusions (Westwood, 2008:29).



Pendapat tersebut memberikan petunjuk langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing. Berdasarkan pendapat ini, langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing terdiri dari: (1) identifikasi topik atau masalah yang akan dipelajari, (2) penyampaian gagasan atau ide-ide tentang cara menyelidiki topik atau masalah tersebut, (3) kegiatan penemuan secara individu atau kelompok, (4) presentasi hasil, dan (5) validasi hasil, pembuatan rangkuman dan kesimpulan.
Spencer & Jordan (Hai-Jew, 2011: 141) memaparkan 4 (empat) ciri dari pembelajaran penemuan terbimbing sebagai berikut.

· A context and frame for student learning through the provision of learning outcomes
· Learners have responsibility for exploration of content necessary for understanding through self-directed learning
· Study guides are used to facilitate and guide self-directed learning
· Understanding is reinforced through application in problem-oriented, task-based, and work-related experiences.

Berdasarkan pendapat ini, secara ringkas ciri-ciri pembelajaran dengan penemuan terbimbing adalah: (1) sebuah keadaan dan kerangka bagi pembelajaran siswa melalui penyediaan hasil pembelajaran, (2) peserta didik memiliki tanggung jawab untuk mengeksplorasi konten yang diperlukan untuk pemahaman melalui belajar mandiri, (3) pembimbingan belajar digunakan untuk memfasilitasi dan membimbing belajar secara mandiri, dan (4) pemahaman ini diperkuat melalui penerapan dalam orientasi masalah, tugas, dan pekerjaan yang berhubungan dengan pengalamannya.

Berdasarkan uraian tersebut, secara ringkas langkah-langkah penggunaan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika adalah: (1) orientasi masalah, (2) menyiapkan  alat  dan  bahan  untuk   melakukan  kegiatan  penemuan,  (3) diskusi pengarahan sebelum melakukan kegiatan penemuan, (4) kegiatan penemuan oleh peserta didik,  (5) pembimbingan, (6) presentasi hasil, serta (7) pengembangan masalah dan tindak lanjut. Ketujuh langkah tersebut selanjutnya harus dijabarkan dalam kegiatan inti pembelajaran dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Hal ini sebagai pedoman bagi guru dalam mengimplementasikan metode penemuan terbimbing dalam proses pembelajarannya.
.   
 
DAFTAR BACAAN


  1. Al. Krismanto (2003). Beberapa teknik, model, dan strategi dalam pembelajaran matematika.Tersedia: http://www.p4tkmatematika.org (Diakses tanggal 17 Maret 2011) 
  2. Alfieri, L., Brooks, P. J., Aldrich, N. J., et al. (2011). Does discovery-based instruction enhance learning? Journal of Educational Psychology, Vol. 103, No. 1, 1-18. 
  3. Depdiknas (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning. Jakarta: Dirjendikdasmen. 
  4. Depdiknas (2004). Matematika (Materi Pelatihan Terintegrasi). Jakarta: Dirjendikdasmen-Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 
  5. Hai-Jew., S. (2011). Virtual immersive and 3D learning spaces: Emerging technologies and trends. New York: ISR. 
  6. Sri Lestari (2008). Metode pembelajaran discovery dengan pendekatan konstruktivis untuk meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan bangun datar pada siswa kelas VII SMP Negeri 11 Samarinda. Jurnal Didaktika, Volume 9 Nomor 3. 
  7. Suck, S., & Pereira, P. (Ed.). (2011). What counts in teaching mathematics. London: Springer. 
  8. Swaak, J., de Jong, T., & van Joolingen, W. R. (2004). The effect of discovery learning and expository instruction on the acquisition of definitional and intuitive knowledge. Journal of Computer Assisted Learning, Vol. 20, 225-234.

Tulisan ini juga dapat dibaca di:

INFO REDAKSI

Mulai saat ini, serial tulisan "Menjadi 'GOBLOK' Dalam Kesibukan" tayang juga di blog ini. Semua tulisan dalam serial ini diambil dari tulisan yang sama di catatan dan dinding facebook saya. Silahkan beri penilaian: Bermanfaat, Menarik, atau Menantang di bawah artikel yang sesuai. Bagi pengguna facebook masih tetap bisa membacanya melalui link: https://www.facebook.com/mr.yulitenan