A. Pendahuluan
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan yang dimaksud peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian ini dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya pedidikan adalah sebuah usaha sadar yang bertujuan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan potensinya melalui proses pembelajaran.
Untuk mencapai tujuan tersebut, proses pembelajaran di kelas harus dirancang sedemikian hingga peserta didik mampu membangun pengetahuannya sendiri melalui bimbingan guru. Di dalam permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa proses pem¬belajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, me¬motivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativi¬tas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Berdasarkan hal ini maka haruslah guru mengubah paradigma dari guru ”mengajar” menjadi peserta didik ”belajar”. Hal ini menuntut adanya perubahan paradigma yang lain yaitu dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (students centered).
Lebih lanjut disebutkan dalam permendiknas nomor 41 tahun 2007 bahwa kegiatan inti dalam proses pembelajaran harus mencakup kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan eksplorasi dimaksudkan untuk mengeksplore kemampuan peserta didik dalam membangun pengetahuannya melalui kegiatan yang aktif dan interaktif. Sedangkan kegiatan elaborasi dimaksudkan untuk memfasilitasi peserta didik menyampaikan hasil eksplorasi kemampuannya membangun pengetahuan barunya. Sedangkan kegiatan konfirmasi dilakukan dengan maksud sebagai media refleksi dan pemerolehan umpan balik serta membangun motivasi dalam membangun pengetahuannya.
Sejak tahun 2007 pemerintah mulai meralisasikan pembentukan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Hal ini merupakan realisasi amanat yang tertuang pada BAB XIV pasal 50 ayat 3 UU nomor 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pemerintah dan / atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurang-nya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Selanjutnya secara berturut-turut pada tahun 2008 dan 2009 pemerintah juga menetapkan beberapa sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia di tetapkan sebagai RSBI angkatan 2 dan 3. Kebijakan ini diikuti dengan penetapan permendiknas nomor 78 tahun 2009 tentang penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa sekolah bertaraf internasional yang selanjutnya disingkat SBI adalah sekolah yang sudah memenuhi seluruh SNP yang diperkaya dengan keunggulan mutu tertentu yang berasal dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Tujuan penyelenggaraan SBI adalah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki keampuan: 1) menampilkan keunggulan lokal ditingkat internasional; 2) bersaing dalam berbagai lomba internasional; 3) bersaing kerja di luar negeri; 4) berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya; 5) berperan aktif secara internasional dalam menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dari perspektif ekonomi, sosio-kultural, dan lingkungan hidup; dan 6) menggunakan dan mengembangkan teknologi komunikasi dan informasi secara professional.
Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa yang RSBI/SBI = SNP + X dengan SNP adalah standar nasional pendidikan yang memuat indikator kinerja kunci minimal (IKKM) dan X adalah variabel yang mencakup indikator kinerja kunci tambahan (IKKT). Dengan demikian sebuah RSBI/SBI harus menambahkan variabel X pada 8 standar nasional pendidikan yang meliputi standar kopetensi lulusan (SKL), isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan, sarana prasarana, pembiayaan serta standar penilaian.
Untuk bisa menjadi SBI, adalah hal yang mutlak untuk melaksanakan sistem yang memenuhi kriteria tersebut. Selanjutnya dalam tulisan ini hanya akan dibahas variabel X yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang difokuskan pada peserta didik dalam membangun pengetahuannya sendiri dalam proses pembelajaran.
B. Belajar dan Pembelajaran
Manusia belajar sejak dilahirkan (bahkan sejak masih dalam kandungan ibunya). Belajar merupakan kegiatan bagi seseorang dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Arlina Gunarya (2009: 2) mengatakan bahwa belajar adalah panggilan hidup. Sugihartono, dkk. dalam Hamdan Nugroho (2009) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Dann (2003: 9) mengatakan bahwa “learning is a covert, intellectual activity which proceeds in the socially complex, potentially rich environment”. Menurut Dann, belajar adalah kegiatan/aktifitas intelektual yang berlangsung secara sosial dalam arti luas dengan melibatkan potensi lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya belajar adalah sebuah aktifitas dalam kehidupan seseorang dalam usaha mengenali dan mencari tahu tentang sesuatu. Belajar merupakan sebuah interaksi sosial yang melibatkan lingkungan sekitarnya. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah menjadi bentukan guru, melainkan kegiatan aktif peserta didik untuk membangun pengetahuan yang dilakukan sendiri atau bersama orang lain.
Pembelajaran yaitu proses fungsional antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan (Erman Suherman, 2001:9).
Pembelajaran merupakan sebuah proses pendidikan yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitasnya. Pembelajaran di sekolah merupakan proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan (message) yaitu materi dari sumber (resource) kepada penerima (receiver) melalui saluran atau media (channel) tertentu. Proses komunikasi yang baik dalam pembelajaran, apabila peserta didik mampu membangun pengetahuannya sendiri. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membangun pengetahuannya secara mandiri. McDonald dalam Omar Hamalik (2001: 124) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran adalah: tujuan pembelajaran, motivasi, guru, materi pembelajaran, metode yang digunakan, media, evaluasi, dan situasi lingkungan.
C. Proses Pembelajaran di RSBI/SBI
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) seperti tertuang di dalam permendiknas nomor 78 tahun 2009 diselenggrakan setelah memenuhi 8 (delapan) unsur SNP yang diperkaya dengan standar pendidikan negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Proses pembelajaran di kelas RSBI/SBI dilaksanakan berdasarkan standar proses yang diperkaya dengan model proses pembelajaran di negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Disamping itu, proses pembelajaran harus menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, aktif, kreatif, efektif, menyenangkan dan kontekstual.
Proses pembelajaran harus aktif, artinya menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang sedang membangun pengetahuan. Tiga pernyataan Konfusius, yaitu “yang saya dengar, saya lupa, “yang saya lihat, saya ingat” dan “yang saya kerjakan, saya pahami” mencerminkan perlunya cara belajar yang aktif. Pengetahuan yang diperoleh dari proses pembelajaran yang hanya menggunakan metode ceramah saja (peserta didik mendengarkan) akan mudah dilupakan. Sebaliknya, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukannya maka pengetahuan baru yang diperoleh akan lebih dipahami. Proses pembelajaran yang aktif tidak terpusat pada guru melainkan pada peserta didik. Guru bukanlah satu-satunya sumber utama dalam proses pembelajaran. Interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran yang aktif tidak secara searah (dari guru ke peserta didik), melainkan harus multi arah. Guru harus berperan sebagai fasilitator yang memberikan kesempatan luas kepada peserta didiknya untuk membangun pengetahuannya melalui interaksi multi arah dalam proses pembelajaran.
Disamping aktif, proses pembelajaran juga harus kreatif, baik guru maupun peserta didik. Guru harus kreatif dalam menggunakan berbagai strategi, metode, pendekatan, dan model dalam proses pembelajarannya. Demikian juga peserta didik, mereka harus difasilitasi dan dimotivasi agar kreatifitasya dalam rangka membangun pengetahuannya muncul sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Melalui proses pembelajaran yang aktif dn kreatif diharapkan akan tercipta suasana yang lebih menyenangkan, sehingga proses pembelajaran dalam rangka membangun pengetahuan baru berlangsung lebih efektif.
Proses pembelajaran di kelas RSBI/SBI menurut permendiknas nomor 78 tahun 2009, disamping harus aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan juga dituntut menggunakan pendekatan yang kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Pembelajaran dengan pendekatan CTL merupakan konsep pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran dengan dunia nyata peserta didik. Prinsip yang melatar belakangi konsep pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah pernyataan bahwa “belajar akan lebih bermakna apabila peserta didik ‘mengalami’, bukan ‘mengetahui’ apa yang dipelajari”.
Pembelajaran dengan pendekatan CTL didasari oleh filosofi “konstruktivisme” hasil gagasan Jean Piaget (Swis), dan Lev Vygotsky (Rusia), yang memuat 5 (lima) unsur dasar, yaitu : 1) Activating knowledge (pengaktifan pengetahuan yang sudah ada); 2) Acquiring knowledge (pemerolehan pengetahuan baru); 3) Understanding knowledge (pemahaman pengetahuan); 4) Applying knowledge (mempraktekkan pengetahuan); dan 5) Reflecting knowledge (refleksi terhadap pengetahuan)
Kelima unsur dasar itulah yang menuntut pembelajaran di kelas RSBI/SBI untuk berpusat kepada peserta didik (students centered). Peserta didik diposisikan sebagai subjek yang harus membangun sendiri pengetahuannya melalui proses pembelajaran. Hal tersebut menuntut para guru RSBI/SBI untuk bisa mengubah paradigma “guru akting di depan kelas, dan peserta didik menonton” menjadi “peserta didik belajar dan bekerja, sedang guru mengarahkan dan memfasilitasi”. Konsekuensi dari perubahan paradigma tersebut adalah guru perlu menggunakan model pembelajaran yang variatif dalam proses pembelajarannya. Untuk itu, para guru RSBI/SBI harus selalu memperkaya pengetahuan dan meningkatkan ketrampilannya, terutama dalam metode dan strategi pembelajaran yang memfasiitasi peserta didik untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses pembelajaran yang dirancangnya.
DAFTAR PUSTAKA
- Arlina Gunarya (2009. Hakekat Belajar (modul). Panitia Tingkat Universitas-Pelatihan Basic Study Skill bagi Mahasiswa Angkatan 2009. Makasar.
- Dann, Ruth. 2003. Promoting Assessment As Learning - Improving the Learning Process. Taylor and Francis Group. London and New York.
- Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Dirjendikdasmen-Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Jakarta.
- Erman Suherman dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.UPI . Bandung
- Hamdan Nugroho (2009). Esai Revitalisasi Proses Pengkaderan Ipm Kota Yogyakarta Sebagai Pendidikan Awal Calon Kader. http://hamsmars.blogspot.com/2009_06_01_archive.html (Diakses tanggal 17 Maret 2011)
- Oemar Hamalik (2004). Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta.
- Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.
- Permendiknas nomor 78 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
- Silbermann, Melvin L. 2006. Active Learning: 1001 Cara Belajar Siswa Aktif. Penerbit Nusamedia.Bandung.
- Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar