TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG KE "PRO EDUKASI"

28 September 2020

ATURAN KETERBAGIAN

Oleh: Yuliyanto


Bilangan bulat terkecil manakah yang hanya tersusun dari angka-angka genap yang habis dibagi 9? Jelaskan jawaban Anda.

Apakah Anda memerlukan waktu yang lama untuk menemukan jawaban atas pertanyaan di atas? Berapa banyak bilangan yang Anda coba? Apakah Anda menggunakan aturan keterbagian untuk menemukan jawaban tersebut? Apakah itu? Jika Anda belum memecahkan permasalahan ini, lanjutkan membaca materi berikut dan kembali lagi nanti, setelah Anda memiliki banyak “alat” untuk digunakan berkaitan dengan masalah keterbagian.

Sebagian besar siswa sekolah menengah pertama mengetahui aturan bahwa jika sebuah bilangan habis dibagi 2 maka angka terakhirnya habis dibagi 2. Aturan keterbagian untuk bilangan lainnya kurang dikenalkan kepada siswa, dan buktinya tidak diberikan. Tetapi sebagai guru Anda harus mengetahui buktinya sehingga hal itu bukan merupakan suatu misteri dan Anda dapat mengajarkannya kepada para siswa.

Terdapat beberapa aturan keterbagian yang disajikan di sini, dan meskipun di sini hanya akan dibuktikan untuk bilangan tiga angka, bukti dapat diperluas untuk bilangan dengan beberapa angka. Ingat, di sini hanya akan diberikan bukti untuk bilangan yang terdiri dari tiga angka.

Habis dibagi 2

Jika angka satuan dari bilangan bulat positif N habis dibagi 2, maka N habis dibagi 2. Sebaliknya, jika bilangan bulat positif N habis dibagi 2, maka demikian juga angka satuannya.

Bukti:

Misalkan N bilangan tiga angka dan anggaplah angka satuannya dapat dibagi 2. Maka N dapat dinyatakan dalam bentuk 100h + 10t + u. Jelas 100h + 10t dapat dibagi 2, karena kita dapat mengeluarkan faktor 2. Dengan demikian kita punyai,

N = 100h + 10t + u = (100h + 10t) + u

dengan asumsi bahwa u habis dibagi 2.

Ini berarti N merupakan jumlah dua bilangan yang habis dibagi 2. Jadi, N pasti habis dibagi 2.

Untuk membuktikan kebalikannya, tulis N = 100h + 10t + u dalam bentuk N – (100h + 10t) = u. Sekarang kita asumsikan N habis dibagi 2, dan karena (100h + 10t) jelas habis dibagi 2, maka selisihnya, yaitu u juga habis dibagi 2.

Habis dibagi 3

Jika jumlah angka-angka penyusun bilangan N habis dibagi 3, maka bilangan N habis dibagi 3. Sebaliknya, jika bilangan bulat habis dibagi 3, demikian pula jumlah angka-angka penyusunnya.

Sebagai ilustrasi mari kita selidiki ini dengan sifat bilangan 231. Kita jumlahkan angka-angka penyusunnya, yaitu 2 + 3 + 1 = 6. Karena 6 habis dibagi 3, kita tahu bahwa 231 juga demikian. Dan kita dapat mengeceknya bahwa 231/3 = 77. Sebaliknya, jika kita ambil bilangan 69, dimana kita mengetahuinya itu habis dibagi 3, kita lihat bahwa 6 + 9 = 15, juga habis dibagi 3. Sehingga jika kita ingin menentukan apakah bilangan yang sangat besar, seperti 1.235.492 habis dibagi 3 atau tidak, cukup kita jumlahkan angka-angka penyusunnya, yaitu 1 + 2 + 3 + 5 + 4 + 9 + 2 = 26. Karena 26 tidak habis dibagi 3, bilangan tersebut tidak habis dibagi 3.

Bukti:

Misalkan bilangan bulat positif N = 100h + 10t + u. Akan kita buktikan bahwa, jika jumlah angka-angka penyusunnya h + t + u habis dibagi 3, maka N habis dibagi 3.

Nyatakan N = 100h + 10t + u = 99h + h + 9t + t + u = (99h + 9t) + (h + t + u).

Jelas (99h + 9t) = 3(33h + 3t) habis dibagi 3.

Jika kita asumsikan (h + t + u) juga habis dibagi 3, maka N merupakan jumlah dua bilangan yang habis dibagi 3. Jadi, haruslah N habis dibagi 3.

Untuk membuktikan kebalikannya, nyatakan N = (99h + 9t) + (h + t + u) dalam bentuk yang setara, yaitu N – (99h + 9t) = (h + t + u).

Karena kita asumsikan N habis dibagi 3, dan (99h + 9t) jelas habis dibagi 3, maka N – (99h + 9t) pasti habis dibagi 3. Jadi, haruslah (h + t + u) juga habis dibagi 3.

Habis dibagi 4

Bilangan bulat positif N habis dibagi 4 jika dua angka terakhir penyusunnya habis dibagi 4, demikian sebaliknya.

Mari kita ilustrasikan. Untuk mengetahui bahwa bilangan 1.235.492 habis dibagi 4, perhatikan dua angka terakhir yang menyusun bilangan tersebut, yaitu 92. Karena 92 habis dibagi 4, maka bilangan 1.235.492 juga habis dibagi 4.

Bukti:

Misalkan angka-angka penyusun bilangan N adala a sebagai ribuan, b sebagai ratusan, c sebagai puluhan, dan d sebagai satuan. Maka,

N = 1000a + 100b + 10c + d = (1000a + 100b) + (10c + d).

Jelas (1000a + 100b) = 4(250a + 25b) habis dibagi 4, dan dengan asumsi bahwa (10c + d) habis dibagi 4, maka N pasti habis dibagi 4.

Bukti kebalikannya dibiarkan sebagai latihan.

Habis dibagi 5

Sebuah bilangan bulat positif N habis dibagi 5 jika angka satuannya habis dibagi 5, dan sebaliknya.

Buktinya hampir sama dengan bukti pada aturan habis dibagi 2, dan dibiarkan sebagai latihan.

Habis dibagi 6

Sebuah bilangan bulat positif N habis dibagi 6 jika bilangan itu habis dibagi 2 dan 3.

Bukti:

Jika N habis dibagi 2, maka jika kita memfaktorkannya akan memiliki faktor 2. Dengan cara serupa jika N habis dibagi 3, maka apabila kita memfaktorkannya akan memiliki faktor 3. Ini berarti apabila kita memfaktorkannya akan memiliki faktor 2 dan 3. Demikian demikian N = 2 x 3 x k = 6k untuk suatu bilangan bulat k. Ini menunjukkan bahwa N habis dibagi 6.

Pengujian habis dibagi 7 sangat rumit dan tidak banyak digunakan, sehingga tidak kita bahas di sini.

Habis dibagi 8

Sebuah bilangan bulat positif N habis dibagi 8, jika bilagan yang dibentuk oleh tiga angka terakhir penyusunnya habis dibagi 8, demikian sebaliknya.

Bukti:

Misalkan angka-angka penyusun bilangan N adala a sebagai ribuan, b sebagai ratusan, c sebagai puluhan, dan d sebagai satuan. Maka,

N = 1000a + 100b + 10c + d = 1000a + (100b + 10c + d).

Jelas 1000a = 8 x 125a habis dibagi 4, dan dengan asumsi bahwa (100b + 10c + d) habis dibagi 8, maka N pasti habis dibagi 8.

Bukti kebalikannya dibiarkan sebagai latihan.

Habis dibagi 9

Sebuah  bilangan bulat positif N habis dibagi 9, jika jumlah angka-angka penyusunnya habis dibagi 9, demikian sebaliknya.

Bukti aturan ini relatif mudah, hampir sama dengan bukti pada aturan habis dibagi 3, dan dibiarkan sebagai latihan.

Habis dibagi 11

Sebuah bilangan bulat positif N habis dibagi 11, jika jumlah angka-anga penyusunnya pada posisi ganjil dikurangi jumlah angka-angka penyusunnya pada posisi genap, habis dibagi 11.

Sebagai gambaran, bilangan 12.345.674 habis dibagi 11, karena (1 + 3 + 5 + 7) – (2 + 4 + 6 + 4) = 16 – 16 = 0, habis dibagi 11. (Gunakan kalkulator untuk mengeceknya).

Terdapat beberapa contoh menarik pada keterbagian oleh 9, seperti pada contoh berikut.

Contoh 1

Bilangan bulat positif c, tersusun oleh N buah angka 1 dan hanya N buah angka 1. Bilangan terkecil c manakah yang habis dibagi 9?

Penyelesaian:

Agar habis dibagi 9, angka-angka penyusun bilangan tersebut harus habis dibagi 9. Karena bilangan tersebut hanya tersusun oleh angka 1, kita memerlukan 9 buah. Jadi, bilangan tersebut adalah c = 111.111.111.

Contoh 2

Cobalah trik berikut dengan temanmu. Beritahu mereka untuk melakukan hal berikut. Ambil sebuah bilangan tiga angka dan acak angka penyusunnya. Kurangkan bilangan yang lebih kecil dari bilangan yang lebih besar. Coretlah angka bukan nol pada hasil yang diperoleh dan jumlahkan angka yang tersisa. Jika mereka memberitahu jumlah angka-angka tersebut, maka Anda bisa menyebutkan angka yang mereka coret. Misalkan mereka mengatakan bahwa jumlahnya 7, Anda dapat memberitahu mereka bahwa angka yang dicoret adalah 2. Jika mereka membertitahu bahwa jumlahnya 12, Anda dapat membertitahu mereka bahwa angka yang dicoret adalah 6. Bagaimanakah Anda melakukannya?

Penyelesaian:

Pada contoh 6 dalam artikel sebelumnya mengenai bilangan genap, ganjil, dan hubungan keterbagian, kita tahu bahwa jika kita ambil sebarang bilangan tiga angka dan mengacak angka-angkanya, hasil pengurangan bilangan yang kecil dari bilangan yang lebih besar habis dibagi 9. Meskipun dalam hal ini kita hanya menyampaikan untuk bilangan tiga angka, hal itu berlaku bilangan berapapun, dan buktinya pada dasarnya hampir sama.

Diketahui bahwa selisih bilangan semula dan pengacakannya habis dibagi 9 berarti jumlah angka-angka dari bilangan yang dihasilkan harus habis dibagi 9. Sehingga, apabila Anda mencoret angka bukan nol dan jumlah angka-angka sisanya adalah 12, maka yang Anda coret haruslah 6, karena jumlah semua angka dari bilanga yang dihasilkan harus habis kelipatan 9, dan 18 adalah bilangan kelipatan 9 berikutnya. Begitu pula apabila jumlah angka-anganya adalah 7, maka yang Anda coret adalah angka 2, karena bilangan kelipatan 9 berikutnya yang terdekat dengan 7 adalah 9.

Bagaimanakah dengan jawaban atas pertanyaan di awal artikel ini? Bilangan bulat terkecil manakah yang hanya tersusun dari angka-angka genap yang habis dibagi 9?

Kita ingat bahwa sebuah bilangan habis dibagi 9 apabila jumlah angka-angka penyusunnya habis dibagi 9 atau merupakan kelipatan 9. Jika angka-angka penyusunnya semua bilangan genap, tidak mungkin jumlahnya merupakan bilangan ganjil. Sehingga bilangan tersebut jumlah angka-angka penyusunnya haruslah 18 (bilangan genap kelipatan 9 terkecil). Kemungkinan bilangan yang memenuhi syarat tersebut tersusun dari angka-angka genap 2, 4, 6, atau 8. Untuk bilangan dengan dua angka tersebut tidak mungkin terjadi, sehingga bilangan tersebut tersusun dari tiga angka, dan yang paling kecil adalah 288. 

Jadi, bilangan dimaksud adalah 288.

 

Artikel diadaptasi dan dimodifikasi dari “Basics of Number Theory” dalam buku “The Mathematics That Every Secondary School  Math Teacher Needs To Know”, Second Edition, Alan Sutan dan Alice F., Routledge, 2018, halaman 35 – 38.

22 September 2020

KETIKA RASA ITU HADIR KEMBALI

 Oleh: Yuliyanto


Pernahkah Anda menikmati rasa dari kopi wine? Secara tidak sengaja, karena penasaran ingin mencoba rasa kopi tersebut, saya dan seorang teman memutuskan memilih jenis minuman tersebut. Tepatnya sekitar sebulan yang lalu peristiwa itu terjadi di sebuah warung yang cukup kekinian, ketika kami bersepakat berkumpul untuk membicarakan sesuatu di tempat itu. Sebelum fokus pada topik pembicaraan yang telah direncanakan, masing-masing memilih dan menentukan menu makanan dan minuman yang ditawarkan dalam daftar yang tersedia.

Pemilihan dan penentuan menu makanan relatif cepat diselesaikan dalam waktu beberapa saat saja setelah melihat daftar menu yang ditawarkan. Beberapa teman lain ketika memilih dan menentukan menu minuman pun cukup cepat, mereka nampak seperti sudah sangat mengenalinya. Tiba pada giliran kami berdua, yang mungkin baru pertama kali masuk ke warung itu, penentuan menu minuman terjadi sedikit lebih lama dibandingkan beberapa teman tersebut. Hal ini terjadi karena terdapat tulisan kopi wine dalam daftar menu yang membuat kami berdua cukup tertarik. Setelah berembuk sebentar, akhirnya kami bersepakat menetapkan jenis kopi tersebut pada daftar pesanan.

Sumber: Koleksi pribadi

Cukup lama kami berdua menunggu disajikannya kopi tersebut, dibandingkan pesanan jenis minuman lainnya. Sampai pada gilirannya, seorang pelayan mengantarkan dua gelas dengan bentuk sedikit berbeda dengan lainnya, berisi cairan berwarna merah kehitaman yang tidak memenuhinya. Menemani dua gelas tersebut disertakan dua buah gelas kosong yang berukuran sangat kecil. Mungkin karena kurangnya pengalaman, kami berdua masih belum mengerti mengapa gelas kosong sangat kecil itu menyertai dua gelas berisi cairan berwarna merah kehitaman, yang tidak lain adalah kopi wine yang kami tulis dalam daftar pesanan tadi.

Beberapa saat kemudian, saya mencoba mengambil salah satu gelas berisi cairan merah kehitaman tadi. Saya pegang-pegang terlebih dahulu, mencoba mendekatkan ke hidung untuk menikmati aromanya, kemudian perlahan mencicipinya sangat sedikit. Beberapa saat berikutnya, saya taruh kembali gelas tersebut di tempat semula. Seorang teman yang juga pesan munuman yang sama mencoba mengikuti apa yang saya lakukan, dan beberapa saat kemudian dia juga meletakkan kembali seperti yang saya lakukan. Kami saling berpandangan beberapa saat, tetapi tetap diam seolah ingin menikamti rasa istimewa kopi wine tadi tanpa teman lain mengetahuinya. Hingga pertemuan mau berakhir pun kami tidak menyentuh apalagi meminumnya kembali kopi wine tersebut. 

Menjelang akhir pertemuan barulah terkuak rahasia mengapa kami berdua tidak meminum lagi kopi wine itu. Hal ini berawal dari teguran seorang teman, “Kok gak dihabiskan kopinya?” Kami berdua tidak menjawabnya tetapi berbalik menawarkan, “Kalau mau ikutan nyoba rasanya boleh”. Ternyata tidak ada satu pun yang mau ikut mencicipi rasa kopi wine itu. Seorang teman lainnya mencoba mengutak-atik dari namanya, kopi wine yang diterjemahkan kopi anggur (wine) dan dimaknai sebagai kopi yang dicampur dengan anggur. Akhirnya kamipun berbagi cerita, “Pokoknya mantap, bikin kepala gliyer”, menggambarkan pahitnya rasa kopi tersebut, dan tertawalah kita semua sekaligus mengakhiri pertemuan tersebut. 

Hingga sebelum saya membuat tulisan ini pun saya belum mengetahui persis apa sebenarnya kopi wine itu. Apakah benar seperti yang dimaknai oleh teman-teman tadi sebagai campuran antara kopi dan anggur? Ketika ingat rasa kopi itu, saya mencoba mencari tahu apa sebenarnya kopi wine itu. Dari salah satu referensi yang saya temukan, ternyata sama sekali bukan seperti yang ditafsirkan teman-teman tadi. Memang wine dapat diartikan anggur, namun dalam kopi wine tidak diartikan sebagai campuran kopi dan anggur. Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa ternyata kopi wine adalah kopi yang telah mengalami proses fermentasi sebelum menjadi biji kopi. 

Lalu bagaimanakah sebenarnya rasa kopi wine itu? Di akhir artikel tersebut, penulis (yang tidak menyebutkan namanya) membagikan pengalamannya menikmati rasa kopi wine. Menurutnya, rasanya cukup unik, segar, asam, dan berbeda sensasinya. Saya sendiri bersama seorang teman tadi memiliki pengalaman yang berbeda mengenai rasa kopi wine tersebut. Menurut kami berdua tidak ada rasa segar dan asam di dalamnya. Yang ada hanyalah rasa yang sangat pahit, dan mungkin rasa itu yang dikatakan sebagai unik dan berbeda sensasinya. Mungkin kesan ini muncul karena sebenarnya kami berdua bukan penikmat kopi sejati. Bahkan pemilihan kopi wine tadi pun hanya berdasarkan rasa penasaran karena baru pertama mengetahui, tidak didasari dengan pengetahuan yang cukup tentang kopi tersebut.

21 September 2020

BILANGAN GENAP, GANJIL, DAN HUBUNGAN KETERBAGIAN

 Oleh: Yuliyanto


Apakah bilangan genap itu? Kita telah mengetahui bilangan seperti 2, 4, 6, dan seterusnya merupakan bilangan genap. Tetapi bagaimanakah definisi bilangan genap sehingga apabila kita akan membuktikan sesuatu tentang mereka, kita bisa? Terdapat beberapa cara untuk mendefinisikannya, tetapi cara yang paling sederhana adalah dengan cara menyatakannya sebagai dua kali dari suatu bilangan bulat lainnya.

Sebagai contoh, 2 = 2 x 1, 4 = 2 x 2, dan seterusnya. Hal ini dapat memberikan petunjuk kepada kita tentang definisi bilangan genap. Sebuah bilangan genap adalah setiap bilangan bulat yang dapat dinyatakan sebagai kelipatan dua dari suatu bilangan bulat lainnya. Dengan demikian, N adalah bilangan genap jika N = 2k untuk suatu bilangan bulat k. Hal ini memberikan petunjuk kepada kita, bahwa bilangan ganjil adalah satu lebihnya dari suatu bilangan genap. Jadi, bilangan bulat N adalah ganjil jika N = 2k + 1 untuk suatu bilangan bulat k. 

Berdasarkan definisi mengenai bilangan genap dan ganjil di atas, kita dapat menurunkan teorema berikut.

Teorema 1

(a)    Jumlah dua buah bilangan genap merupakan bilangan genap.

(b)    Jumlah dua buah bilangan ganjil merupakan bilangan genap.

(c)     Hasil kali dua buah bilangan ganjil merupakan bilangan ganjil.

(d)  Jika sebuah bilangan genap dikalikan dengan sebuah bilangan bulat, hasilnya merupakan bilangan genap.

Bukti:

Saya tidak akan memberikan semua bukti teorema tersebut, tetapi saya hanya akan memberikan bukti untuk butir (a) dan (c). Bukti (b) dan (d) dapat Anda kerjakan sebagai pelajaran yang bermanfaat.

(a) Andaikan M dan N adalah bilangan-bilangan genap. Maka berdasarkan definisi bilangan genap, masing-masing merupakan dua kalinya dari suatu bilangan bulat. Dengan demikian M = 2k dan N = 2l untuk suatu bilangan bulat k dan l. Kita akan membuktikan bahwa jumlah keduanya merupakan bilangan genap, dan ini berarti jumlahnya juga dapat dinyatakan sebagai dua kalinya dari suatu bilangan bulat. Kita kerjakan ini sebagai berikut:

M + N = 2k + 2l = 2(k + l)

dan kita telah menyelesaikannya. Kita telah menunjukkan bahwa M + N sama dengan dua kalinya dari bilangan bulat k + l.

(c)  Andaikan M dan N adalah bilangan-bilangan ganjil. Maka berdasarkan definisi bilangan ganjil, masing-masing dapat dinyatakan sebagai satu lebihnya dari suatu bilangan genap. Dengan demikian, M = 2k + 1 dan N = 2l + 1 untuk suatu bilangan bulat k dan l. Akan kita buktikan bahwa MN merupakan bilangan ganjil. Yaitu, dapat dinyatakan dalam bentuk 2m + 1 untuk suatu bilangan bulat m. Tetapi

MN = (2k + 1)(2l + 1) = 4kl + 2l + 2k + 1 = 2(2kl + l + k) + 1 = 2m + 1

dimana m = 2kl + l + k. Jadi, hasil kali dua buah bilangan ganjil merupakan bilangan ganjil.

Kita dapat memecahkan beberapa masalah yang sangat sulit hanya dengan mempertimbangkan jumlah bilangan-bilangan yang terlibat ganjil atau genap. Berikut beberapa contoh untuk siswa pada jenjang SMP.

Contoh 1

Diantara pasangan (x, y) berikut, hanya satu yang tidak memenuhi persamaan 187x – 104y = 41. Manakah itu? (107, 92), (211, 379), (314, 565), (419, 753), (523, 940)

Penyelesaian

Penyelesaian cepat akan dilakukan sebagai berikut: 104y merupakan bilangan genap (mengapa?). Tambahkan 104y pada kedua ruas persamaan 187x – 104y = 41 untuk memperoleh 187x = 104y + 41. Ruas kanan persamaan ini, menjadi penjumlahan sebuah bilangan genap dan bilangan ganjil, yang merupakan bilangan ganjil. Dengan demikian, ruas kiri persamaan, 187x haruslah bilangan ganjil. Ini menghilangkan pasangan dengan koordinat x 314, karena 187 kali 314 merupakan bilangan genap. Jadi, (314, 565) tidak memenuhi.

Contoh 2

Tunjukkan bahwa untuk setiap bilangan bulat k, (2k + 1)2 – (2k – 1)2 habis dibagi 8.

Penyelesaian

Dengan menguadratkan bentuk dalam tanda kurung dan menyederhanakannya, kita peroleh:

(2k + 1)2 – (2k – 1)2 = (4k2 + 4k + 1) – (4k2 – 4k + 1) = 4k2 + 4k + 1 – 4k2 + 4k – 1 = 8k

Jelas hasil terakir itu habis dibagi 8.

Contoh 3

Seorang wanita membeli apel dengan harga Rp3.000,00 per kg dan jeruk dengan harga Rp6.000,00 per kg. Dia membayar dengan selembar uang seratus ribuan dan menerima kembalian Rp12.000,00. Apakah dia menerima kembalian yang benar?

Penyelesaian

Jika wanita itu membeli x kg apel dan y kg jeruk dengan x dan y keduanya bulat, total harganya dapat dinyatakan dalam bentuk 3.000x + 6.000y = 88.000 atau dapat kita sederhanakan menjadi 3x + 6y = 88. Jelas ruas kiri persamaan dapat dibagi dengan 3, tetapi ruas kanan, 88 tidak bisa dibagi 3. Ini berarti 3x + 6y tidak mungkin bernilai 88. Oleh karena itu tidak mungkin wanita itu membayar sebesar Rp88.000,00 untuk pembelian buahnya. Jadi, kembalian yang diterima itu tidak mungkin benar.

Teorema 2

Jika M dan N masing-masing habis dibagi a, maka demikian pula M + N dan MN. Secara umum: Jumlah dan/atau selisih kumpulan bilangan yang masing-masing habis dibagi a, juga habis dibagi a.

Bukti

Tulis M =aP dan M = aQ untuk suatu a, P, dan Q bilangan bulat. Jelas M + N = aP + aQ = a(P + Q) dan MN = aPaQ = a(PQ) juga habis dibagi a.

 Contoh 4

Tunjukkan bahwa satu-satunya bilangan bulat n yang habis membagi bilangan bulat a dan a + 1 adalah 1.

Penyelesaian

Karena n habis membagi a dan a + 1, maka n juga habis membagi selisihnya, yaitu (a + 1) – a = 1. Tetapi satu-satunya bilangan bulat positif yang habis membagi 1 adalah 1. Jadi, n = 1.

Teorema 3

Jika M habis dibagi a, dan N sebarang bilangan bulat, maka MN habis dibagi a.

Bukti

Akan kita buktikan bahwa MN = ak untuk suatu bilangan bulat k. Karena M habis dibagi a, maka M = am untuk suatu bilangan bulat m. Ini berarti MN = amN = ak, dimana k = mN. Dengan demikian, MN habis dibagi a.

Contoh 5

Diketahui sebuah bilangan dua angka. Jika angka-angka pada bilangan itu dibalik, hasilnya adalah 9 lebihnya dari bilangan semula. Jumlah bilangan semula dan bilangan yang dibalik adalah 55. Temukan bilangan semula.

Penyelesaian

Misalkan t adalah angka puluhan dan u angka satuan dari bilangan semula, maka bilangan itu dapat dinyatakan dalam bentuk 10t + u. Jika angka-angkanya dibalik, maka t menjadi angka satuan dan u menjadi angka puluhan, sehingga diperoleh bilangan 10u + t. Diketahui bahwa 10u + t = 10t + u + 9, sehingga diperoleh,

10u + t – (10t + u) = 10t + u – (10u + t) + 9 atau 9u – 9t = 9, yang setara dengan ut = 1 (1).

Diketahui juga bahwa jumlah kedua bilangan tersebut adalah 55, maka

10t + u + 10u + t = 55, atau 11u + 11t = 55 yang setara dengan u + t = 5 (2).

Jumlahkan (1) dan (2) diperoleh 2u = 6 dan u = 3 (3).

Gantikan (3) ke (1) diperoleh 3 – t = 1 yang mengasilkan t = 2.

Jadi bilangan tersebut adalah 23.

Contoh 6

Tunjukkan bahwa jika kita mengambil bilangan tiga angka sebarang dan mengacak angka-angkanya, kemudian mengurangkan bilangan yang lebih kecil dari bilangan terbesar, hasilnya akan selalu habis dibagi 9.

Penyelesaian

Misalkan angka ratusan dari bilangan itu p, angka puluhannya q, dan angka satuannya r, maka bilangan itu dapat dinyatakan dalam bentuk 100p + 10q + r. Selanjutnya misalkan bilangan hasil pengacakan itu angka ratusannya r, angka puluhannya p dan angka satuannya q. Sehingga bilangan hasil pengacakan ini dapat dinyatakan dalam bentuk 100r + 10p + q. Misalkan bilangan semula adalah yang terbesar, maka hasil pengurangan kedua bilangan itu adalah 100p + 10q + r – (100r + 10p + q) = 99p – 9q – 99r = 9(11pq – 11r), merupakan bilangan yang habis dibagi 9.

Bukti serupa juga berlaku untuk setiap pengacakan angka-angka pada bilangan tersebut. Dengan demikian selesailah pembuktian kita.

 

Artikel diadaptasi dan dimodifikasi dari “Basics of Number Theory” dalam buku “The Mathematics That Every Secondary School  Math Teacher Needs To Know”, Second Edition, Alan Sutan dan Alice F., Routledge, 2018, halaman 28 – 33.

20 September 2020

MENIKMATI CINTANYA

 Oleh: Yuliyanto 


Kata “cinta” identik dengan sesuatu yang serba menyenangkan untuk dirasakan, walaupun tidak selamanya demikian. Dalam konteks yang luas kata tersebut dapat juga mewujud dalam bentuk yang kurang atau tidak menyenangkan. Kita sebagai orang tua tentu sudah pernah dan bahkan mungkin sering mengejawantahkan cinta kita kepada anak-anak dalam bentuk yang demikian. Sebagai contoh ketika anak kita pada suatu ketika meminta sesuatu, tetapi menurut pertimbangan kita hal itu akan berpotensi membahayakan dirinya, tentu kita sebagai orang tua tentu tidak akan memenuhinya. 

Dari sisi anak tentu hal yang demikian akan bisa mengakibatkan kekecewaan atau perasaan yang tidak menyenangkan. Tetapi dari kaca mata orang tua, hal tersebut merupakan salah satu wujud cinta kepada anaknya. Mengapa demikian? Karena tidak ada orang tua yang senang melihat anak-anaknya terjerumus dalam kehidupan yang membahayakan dirinya. Jadi, penolakan atau mungkin penangguhan terhadap permintaan anak yang dinilai berpotensi membahayakan itu bukan dengan maksud membuat anaknya kecewa dan tidak bahagia. Yang sesungguhnya dipikirkan dan diharapkan adalah sebaliknya, yaitu ingin membuat anak selamat, dan itu merupakan wujud cintanya kepada mereka. 

Saya dan mungkin juga Anda yang sangat menyintai kendaraannya, pun kadang harus melakukan hal-hal tertentu sebagai wujud cintanya. Memandikannya sendiri atau di tempat pemandian kendaraan merupakan salah satu contoh wujud kita menyintainya. Andai kendaraan yang kita miliki bisa berbicara, tentu dia akan mengutarakan rasa senangnya diperlakukan seperti itu. Sebaliknya ketika kita merasakan ada sesuatu yang terjadi terhadap kendaraan kita, tentu kita akan segera membawanya ke bengkel untuk menyembuhkannya. Kembali kita berandai kendaraan kita bisa merasakannya, proses bongkar pasang yang mungkin terjadi dalam proses penyembuhan itu pasti dirasakannya tidak enak atau bahkan mungkin menyakitkan. Tetapi semua itu tetap kita lakukan sebagai bentuk cinta kita kepada kendaraan yang kita miliki.

Sumber: Koleksi pribadi

Dia, zat yang menguasai jiwa kita pun demikian. Bahkan cinta-Nya kepada kita sebagai hamba-Nya terlalu kecil hanya dibandingkan dengan cinta kita kepada kendaraan atau cinta orang tua kepada anaknya. Hal ini disampaikan oleh seorang ustaz dalam ceramahnya dengan mengutip sebuah hadis, bahwa Dia menyintai hamba-hamba-Nya melebihi dari cinta seorang ibu kepada anaknya. Dia menggelar dan mewujudkan cinta kepada hamba-hamba-Nya dalam berbagai macam cara, bisa bersifat menyenangkan atau menyedihkan. Tetapi semua itu hakikatnya merupakan wujud cinta-Nya kepada kita sebagai hamba-Nya. 

Ibarat anak-anak, saya (juga Anda) mungkin saat ini sedang ditolak atau ditangguhkan permohonan kita kepada-Nya. Ditolak atau ditangguhkan untuk mengikuti berbagai aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya karena sakit atau halangan lainnya misalnya, merupakan salah satu teguran sebagai wujud cinta-Nya. Seperti anak-anak yang ditolak permintaanya oleh orang tuanya tadi, sangat mungkin kita merasa kecewa dan sedih karenanya. Tidak cukup ketinggian IQ (Intelligentan Quotinet) dan kepekaan EQ (Emotional Quotinet) untuk bisa mengangkap dan menikmati cinta-Nya. Dalam kondisi demikian, ketajaman SQ (Spiritual Quotient) kita diuji untuk mampu memahami cinta-Nya.

Sakit memang merupakan sesuatu yang tidak mengenakkan bagi siapapun. Tetapi melalui kondisi ini kita akan relatif lebih mudah untuk menangkap dan menikmati cinta-Nya, setidaknya hal itu yang berlaku bagi diri saya. Saya menjadi lebih dekat dengannya dengan doa-doa memohon kekuatan dan kesembuhan. Saya menjadi lebih bisa bersyukur atas nikmat sehat yang sebelumnya (dan nanti) telah (dan akan) dikaruniakan-Nya. Itulah yang sebenarnya harus kita nikmati di saat sakit sebagai wujud cinta-Nya, agar kita kembali mendekati-Nya dengan sabar dan bersyukur. 

Lebih jauh lagi Dia memberikan rasa sakit itu adalah untuk membersihkan diri kita dari berbagai macam dosa yang telah kita lakukan. Untuk ini, seorang ustaz menyampaikan tafsir tentang hadis yang berkaitan dengan hal tersebut, bahwa “Orang yang terkena penyakit fisik, gundah gulana, susah hati sampai duri yang menusuk tapak kaki, sesungguhnya itu ada hikmah, yaitu Allah ingin menghapus segala dosa-dosanya”. Bahkan, lanjut ustaz itu menyampaikan sebuah hadis berikutnya, bahwa “Rintihan orang sakit tercatat sebagai tasbih, kegelisahan dan jeritannya sebagai tahlil, nafasnya seumpama sedekah, tidurnya sebagai ibadah ...” Bukankah ini semua karena cinta-Nya kepada hamba-hamba-Nya?

Akhirnya semua bergantung pada diri kita masing-masing. Bagi saya, dalam kondisi demikian akan terus berupaya untuk menangkapnya sebagai sebuah wujud cinta-Nya kepada kita dan menikmatinya dengan mencoba bersabar dan bersyukur. Tidak mudah memang, tetapi mengingat betapa mulia tujuan Dia memberikan semua itu kepada kita, tidak ada pilihan yang lebih baik bagi kita kecuali menikmatinya sebagai sebuah wujud cinta-Nya kepada kita sebagai hamba-Nya.

18 September 2020

MENDIDIK DENGAN TIGA “SA”

Oleh: Yuliyanto 


Beberapa hari yang lalu saya bersama sekitar enam puluh orang teman lainnya berkesempatan mengikuti kegiatan sosialisasi tentang sebuah peraturan pemerintah daerah yang berkaitan dengan pendidikan karakter anti korupsi. Berbicara mengenai karakter pasti tidak akan jauh dari sifat batin seseorang yang memengaruhi pikiran dan perilakunya. Karena erat kaitannya dengan pikiran dan perilaku inilah, maka dalam berbagai diskusi tentang pendidikan karakter pasti muncul istilah pembiasaan dan keteladanan dalam menanamkannya. 

Sumber: Koleksi pribadi

Dalam tulisan ini saya tidak akan fokus pada bahasan penanaman karakter anti korupsi yang menjadi topik utama sosialisasi tersebut. Saya lebih tertarik untuk membahas tentang salah satu cara membiasakan karakter yang disampaikan oleh nara sumber dalam kegiatan tersebut. Dalam konteks sosialisasi tersebut memang cara ini difokuskan untuk membiasakan karakter anti korupsi. Namun menurut saya, secara umum berbagai macam karakter dapat dibiasakan dengan cara seperti disampaikan oleh nara sumber dalam kegiatan tersebut. 

Seperti saya tuliskan di awal bahwa penanaman karakter sangat dekat dengan kegiatan yang dinamakan pembiasaan atau habituasi. Istilah ini dapat dimaknai sebagai sebuah proses yang dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang. Tidak semudah mengucapkan memang untuk melaksanakan proses tersebut. Dalam situasi tertentu diperlukan cara-cara khusus untuk membuatnya menjadi terbiasa, yang menjadi salah satu indikator tercapainya tujuan penanaman karakter tertentu. Ada kalanya untuk membuat seseorang terbiasa harus melalui “sa” yang lain. Apa saja dua “sa” itu? 

Nara sumber dalam kegiatan sosialisasi tadi menambahnya dengan dua “sa” lainnya, yaitu “dipaksa” dan “terpaksa”. Kata “dipaksa” memuat maksud disuruh melakukan sesuatu yang bersifat harus. Biasanya hal ini diikuti dengan suatu sangsi apabila tidak melakukannya. Dengan begitu maka seseorang mau tidak mau akan melakukannya, kondisi seperti ini biasa kita sebut dengan istilah “terpaksa”. Seseorang yang melakukan sesuatu dalam kondisi seperti itu dan dilakukan berulang-ulang secara terus-menerus itulah yang akan menjadikannya “terbiasa”. Pada tataran “terbiasa” inilah dua “sa” sebelumnya akan dengan sendirinya hilang dan akan tumbuh kebiasaan melakukan sesuatu, yang pada akhirnya akan menjelma menjadi sebuah karakter. 

Dalam konteks mendidik, saya menilai dua “sa” pertama, yaitu “dipaksa” agar “terpaksa” melakukan sesuatu dapat dilakukan agar menjadi “terbiasa”. Hal ini lebih dengan tujuan untuk menyadarkan dan memahamkan seseorang tentang karakter tertentu yang akan ditanamkan. Di dalam keterpaksaan melakukan sesuatu karena dipaksa, terdapat proses penyadaran dan pemahaman mengenai nilai-nilai karakter yang menjadi target akhir. Kesadaran dan pemahaman mengenai nilai-nilai karakter tersebut yang akan membawa seseorang pada akhirnya menjadi “terbiasa”, sehingga tidak lagi merasa “terpaksa” melakukan sesuatu tersebut. 

Banyak hal di sekitar kehidupan kita yang mungkin harus ditanamkan dan dilakukan melalui proses tiga “sa” tersebut. Tidak jarang kita sebagai orang tua melakukan proses tersebut kepada anak-anak kita dalam rangka menanamkan karakter tertentu, seperti kedisiplinan, tanggungjawab, kemandirian, dan lainnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan saat ini kita sedang “terpaksa” melakukan sesuatu karena “dipaksa” agar menjadi “terbiasa”. Apapun itu apabila sesuatu yang “terpaksa” harus kita lakukan itu menuju pada kebaikan bagi kita dan tentu saja juga bagi yang memaksa, maka nikmati saja prosesnya. 

Dalam konteks yang lebih sempit, proses tiga “sa” perlu juga kita lakukan pada diri sendiri dalam rangka mendidik diri untuk membiasakan diri melakukan sesuatu. Dalam hal ini, sesuatu itu bisa berupa apapun. Bisa sesuatu yang berkaitan dengan tupoksi kita masing-masing, pun hal yang berkaitan dengan pengembangan diri kita masing-masing. Belajar menulis seperti yang saya atau mungkin juga sedang Anda lakukan saat ini merupakan salah satu bagian dari sekian banyak hal yang perlu dibiasakan agar menjadi bisa. Bagi saya yang masih pemula dalam hal tersebut, dua “sa” pertama sangat diperlukan agar menjadi “terbiasa”. 

Dalam rangka mendidik diri agar bisa menulis, “sa” pertama harus lebih dominan dari dalam diri sendiri. Dalam hal ini kita tidak “dipaksa” tetapi harus “memaksa” diri kita sendiri untuk terus belajar menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan. Tentu saja hal ini sesuai dengan kesepakatan dengan diri sendiri yang telah ditetapkan, misalnya saya harus membuat tulisan minimal satu dalam seminggu. Apabila mendekati akhir minggu ternyata belum membuat sebuah tulisan pun, maka walupun “terpaksa” kita harus segera melakukannya. Dengan demikian, harapannya dalam rentang waktu tertentu akan membawa kita pada kondisi “terbiasa”, dalam arti melakukannya secara rutin dalam situasi yang gembira.

17 September 2020

MENULIS MENGEMBANGKAN SEL OTAK

Oleh: Yuliyanto 


Judul tulisan ini terinspirasi oleh salah satu komentar teman, merespon tulisan saya sebelumnya yang berjudul “Abadikan Dengan Tulisan”. Komentar yang relatif singkat, “Setuju, memacu otak untuk terus berpikir, mencegah kepikunan”, demikian kalimat dalam komentar tersebut. Terdapat dua hal penting yang menarik dalam komentar tersebut untuk dikaji lebih mendalam, yaitu menulis memacu otak berpikir dan menulis mencegah kepikunan.

Sumber: Koleksi pribadi

Menulis, termasuk di dalamnya menulis bebas bagi pemula seperti saya pada hakikatnya sedang melatih kerja salah satu belahan otak. Seperti kita ketahui bahwa otak manusia terbagi menjadi tiga belahan utama, yaitu otak kanan, otak kiri, dan otak bawah sadar. Otak kanan memiliki beberapa karakteristik diantaranya berpikir emosional, intuitif, dan imajinatif, sedangkan otak kiri lebih bersifat logis dan realistis. Adapun otak bawah sadar berperan sebagai mesin perekam semua kejadian yang kita alami. 

Much. Khoiri dalam bukunya “Sapa Ora Sibuk”, mengungkapkan bahwa, “Orang yang menulis bebas sebenarnya sedang mengoptimalkan kerja otak kanan, dan meminimalkan kerja otak kiri”. Hal ini berarti menulis bebas seperti yang saya lakukan dalam rangka belajar menulis ini, merupakan salah satu bentuk memacu dan melatih otak (kanan) untuk berpikir. Karakteristik emosional dan imajinatif dari otak kanan menjadikan kita lebih cenderung menggunakannya terlebih dahulu daripada otak kiri yang bersifat logis dan realistis serta suka keteraturan. Otak kanan inilah yang membuat kita bisa bersikap “goblok” dalam belajar menulis. 

Otak manusia bisa diibaratkan sebagai sebuah pisau. Semakin sering diasah dan digunakan justru akan semakin tajam. Hal ini sejalan dengan pendapat Amir Tengku Ramly dalam bukunya “Pumping Tallent”, bahwa, “Otak manusia semakin sering dilatih semakin berfungsi optimal”. Salah satu melatih fungsi otak ini melalui kegiatan menulis. Mengapa demikian? Karena menulis merupakan kegiatan melahirkan pikiran, sesuatu yang merupakan hasil dari kegiatan berpikir, yang tidak lain otak merupakan alatnya.

Melalui kegiatan menulis bisa menjadikan sel-sel otak kita terus berkembang. Dalam bentuk visual, otak yang berkembang ini digambarkan seperti jaringan sel yang lebih rapat, dibandingan dengan otak yang kurang atau tidak berkembang karena kurang atau tidak dilatih. Otak yang sering dilatih juga akan menjadi seperti pisau yang semakin tajam karena sering diasah. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuannya yang lebih dalam memecahkan berbagai masalah, daya tahannya dalam bekerja, serta kecepatannya dalam merespon sesuatu. 

Dalam konteks menulis ini, dapat dimaknai bahwa otak yang sering digunakan untuk berpikir melahirkan pikiran melalui tulisan akan lebih optimal fungsinya. Dia akan memiliki kemampuan lebih dalam memecahkan berbagai masalah melalui tulisan. Daya tahannya dalam menulis akan menjadi lebih kuat, dalam arti tidak mudah lelah dan putus asa. Pun kecepatannya merespon berbagai masalah yang dialami untuk dituangkan dalam tulisan akan semakin tinggi. Dengan demikian bisa menjadikan apa pun yang dialami menjadi sebuah bahan untuk dituangkan dalam tulisan. 

Aktivitas berpikir dalam menulis untuk melahirkan berbagai pikiran itulah yang bisa membuat sel-sel otak kita terus berkembang semakin rapat. Ini menunjukkan bahwa otak kita terus tumbuh dan berkembang secara dinamis. Kondisi seperti inilah yang bisa mengakibatkan otak selalu dalam keadaan sadar. Dengan demikian akan bisa mencegah kepikunan, seperti disampaikan oleh teman dalam komentarnya seperti saya sampaikan di awal tulisan ini. Dalam konteks ini tidak seharusnya dimaknai bahwa menulis dapat menghilangkan kepikunan. Kata “mencegah” dalam kalimat tersebut memuat makna sebuah upaya untuk memperlambat terjadinya sesuatu (dalam hal ini kepikunan) secara lebih cepat.

Melatih kinerja otak dengan cara menulis, termasuk di dalamnya menulis bebas merupakan salah satu cara untuk melatih kerja otak kita. Dengan terus melatihnya untuk berpikir, sel-sel otak kita akan terus berkembang lebih rapat. Dengan demikian akan memicu otak kita terus berpikir dan meningkatkan kemampuannya dalam memecahkan masalah, daya tahan, dan kecepatannnya dalam merespon sesuatu yang terjadi. Oleh karenanya, saya (termasuk Anda) perlu terus berusaha menumbuhkan keinginan, kemauan, dan menuntaskannya dalam bentuk tulisan, walaupun saat ini baru sebuah tulisan saja.

13 September 2020

BUAT TANPA TETAPI DAN LAKUKAN TANPA NANTI

Oleh: Yuliyanto 


Seperti biasa setiap hari Minggu pagi saya mempunyai tugas khusus menemani “Si Kecil”, anak lanang belajar bersosialisasi, berkomunikasi, dan berkolaborasi melalui olahraga sepak bola di sebuah sekolah sepak bola (SSB). Hingga tahun kedua di SSB ini, tidak ada target untuk memfasilitasi “Si Kecil” agar menjadi pemain sepak bola profesional dan terkenal. Secara genetis sama sekali tidak ada trah seorang pemain sepak bola, kecuali sekelas tarkam waktu itu, pun hanya pada level bola plastik. Oleh karenanya saya pun hanya fokus pada target agar “Si Kecil” bisa belajar bersosialisasi, berkomunikasi, dan berkolaborasi dengan teman sebayanya dalam lingkup yang lebih luas.

Sumber: Koleksi pribadi

Sambil menyelam minum air menjadi sebuah ungkapan yang pas bagi saya terkait tugas khusus tersebut. Disamping menemani, saya bisa memanfaatkan waktu yang ada untuk ngobahke awak (menggerakkan tubuh) dengan cara berjalan kaki mengitari pinggir lapangan yang digunakan untuk latihan “Si Kecil”. Begitu sampai lapangan dan “Si Kecil” telah membaur dengan teman-temannya, saya pun memanfaatkannya untuk berjalan dan berlari kecil mengitari pinggir lapangan. Lima kali putaran cukup bagi saya untuk sekadar ngobahke awak dan mengeluarkan sedikit keringat. Setelah itu total menunggu “Si Kecil” belajar di lapangan sambil duduk-duduk, minum, dan makan hingga latihan selesai.

Begitu “Si Kecil” menyelesaikan belajarnya, setelah minta jajan (hari ini minta batagor) kita berdua pun langsung cabut pulang. Sesaat setelah sampai rumah, saya coba akses akun fesbuk dan muncul tampilan paling atas sebuah postingan salah satu teman, “POSITIF PAGI ... Buat tanpa tapi, lakuan tanpa nanti”. Entah mengapa saya langsung tertarik dengan kalimat dalam postingan tersebut. Saya baca berkali-kali kalimat tersebut, hingga saya membuat sebuah penafsiran tentang kalimat itu, yang saya maknai sebagai sebuah pesan agar kita jangan menunda-nunda sebuah pekerjaan, apapun pekerjaan itu. Kebetulan baru muncul hasrat menulis, maka seperti diingatkan saya pun segera ambil dan membuka laptop dan menuliskan kalimat dalam postingan teman tadi, dengan sedikit modifikasi sebagai judul tuilisan ini.

Jujur, saat menuliskan judul tersebut tidak ada sama sekali ide untuk dituangkan dalam tulisan. Saya tetap bertahan untuk melanjutkan menulis. Yang saya pikirkan hanyalah kalimat “Jangan menunda pekerjaan”, hasil penafsiran terhadap kalimat “Buat tanpa tapi dan lakukan tanpa nanti” dalam postingan teman tadi. Saya hanya ingin menuntaskan hasrat yang muncul tadi, tanpa berbagai bisikan yang menggoda untuk menunda atau tidak melakukannya, yang memuat kata “tetapi” dan “nanti”. Saya tidak ingin beberapa pekerjaan, seperti sebelumnya sering tertunda (lama) karena terbuai oleh kedua kata tersebut.

Anda mungkin mempunyai penafsiran yang berbeda terhadap kalimat seperti dalam judul tulisan ini. Namun demikian bukan hal yang tidak mungkin, Anda memiliki penafsiran yang sama dengan saya. Jika demikian, dan saat ini Anda sedang mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu, apapun itu, akan sangat baik apabila Anda membuang kata “tetapi” atau “nanti” dan melakukannya, sekarang juga. Kata “tetapi” yang terus membuai pikiran kita berpotensi mengakibatkan hal yang bertentangan atau tidak selaras dengan keinginan kita. Sebagai contoh, ketika kita ingin mengerjakan sesuatu dan dipikiran kita muncul bisikan, “Ah ... tetapi buat apa ini?”, atau “Nanti saja, kan masih banyak waktu”, maka kemungkinan besar kita akan menundanya atau tidak jadi melakukan sesuatu tersebut.

Menunda melakukan sesuatu, apalagi hal yang berkaitan langsung dengan nasib atau tupoksi kita bisa mengakibatkan kerugian atau kecelakaan bagi diri kita. Mengapa demikian? Seperti saya sampaikan dalam tulisan sebelumnya tentang “Perubahan”, jika kita tidak melakukan apapun yang berkaitan dengan nasib kita, maka kondisi kita akan sama dengan kondisi sebelumnya. Bukankah menurut para alim hal ini sebuah kerugian? Pun ketika kita menunda pekerjaan yang menjadi bagian dari tupoksi kita, maka sangat mungkin pekerjaan-pekerjaan lainnya akan menumpuk untuk kita kerjakan di kemudian hari. Hal ini pasti akan menguras tenaga dan pikiran kita untuk menyelesaikannya, dan hal ini bisa berpotensi mengganggu kesehatan kita. Bukankah ini bisa digolongkan sebuah kecelakaan?

Menghindari kata “tetapi” dan “nanti” dalam melakukan sebuah kegiatan pada prinsipnya merupakan seni mengatur waktu yang kita milliki. Seperti kita ketahui bersama, kita hanya memiliki tiga rentang waktu, yaitu kemarin, hari ini, dan hari esok. Kemarin merupakan waktu yang sudah berlalu, dan pasti kita tidak akan bisa mengulanginya, kecuali menjadikannya sebagai pengalaman untuk belajar. Pun hari esok, merupakan waktu yang belum tentu bisa kita nikmati. Satu-satunya waktu yang pasti bisa kita manfaatkan sebaik-baiknya hanyalah hari ini. Oleh karenanya marilah kita belajar dari hari kemarin, lakukan aktivitas hari ini, dan bermimpi untuk hari esok, seperti nasihat Albert Einstein, “Belajar dari kemarin, hidup untuk hari ini, dan berharap untuk besok”.

11 September 2020

PERUBAHAN

Oleh: Yuliyanto



Beberapa hari terakhir pikiran saya tergoda untuk mengganti theme atau motif tampilan halaman blog pro-edukasi setelah hampir sebelas tahun tidak pernah menggantinya. Saya mencoba masuk akun blogger dan melihat berbagai macam motif yang ditawarkan. Saya mulai mencoba klik salah satu diantaranya kemudian melihat preview tampilan yang dihasilkan. Tampak lebih terasa hidup tampilan tersebut. Tetapi ada perasaan ragu untuk menggantinya. Ada perasaan yang sudah cukup nyaman dengan tampilan sebelumnya. Dengan beberapa pertimbangan, hari berikutnya jadilah saya memutuskan untuk menggantinya dan menghasilkan tampilan baru seperti yang Anda lihat saat ini.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa sebuah perubahan terjadi karena adanya sebuah keinginan, tindakan, dan hasil. Dalam konteks di atas keinginan dimaksud yaitu untuk membuat tampilan yang berbeda dari sebelumnya. Untuk mewujudkannya dipilihlah beberapa macam tawaran yang disediakan sebagai langkah awal tindakannya. Dengan terlebih dahulu melihat pratinjau dan melalui berbagai pertimbangan yang matang baru dibuat keputusan menetapkan pilihannya mengakhiri tindakan tersebut. Dengan demikian hasil yang berupa tampilan baru yang diinginkan dapat terwujud.

Perubahan merupakan sesuatu hal atau keadaan yang berubah, yaitu menjadi berbeda dari keadaan sebelumnya. Disadari ataupun tidak setiap saat kita selalu mengalami perubahan dalam berbagai hal, baik secara fisik maupun non fisik. Bahkan perubahan ini merupakan sesuatu yang harus selalu kita lakukan sebagai sebuah upaya untuk berubah menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya. Jika kita sendiri tidak mau melakukannya niscaya perubahan itu tidak akan terjadi. Ruth Casey seperti dikutip Much. Khoiri dalam bukunya “Writing is Selling” mengatakan bahwa, “Hanya ada satu orang yang mampu mengubah Anda, yakni Anda sendiri”. Hal ini sejalan dengan salah satu firman Allah bahwa “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum apabila tidak mau mengubah nasibnya sendiri”.

Secara matematis terdapat tiga nilai perubahan yang mungkin terjadi, yaitu positif, nol, atau negatif. Perubahan yang bernilai positif dimaknai sebagai sebuah peningkatan, yaitu perubahan yang membawa ke kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Jika hal ini yang terjadi maka berdasarkan para alim kita merupakan golongan orang yang beruntung. Perubahan yang bernilai nol memuat makna bahwa kondisi sekarang dan sebelumnya sama atau tidak terjadi perubahan apapun, dan kita termasuk golongan yang merugi. Adapun perubaan yang nilainya negatif dapat ditafsirkan sebagai sebuah penurunan, artinya kondisi akhir justru lebih jelek dari kondisi awalnya, sehingga kita akan menjadi bagian dari kelompok orang yang celaka.

Ketiga kondisi tersebut merupakan sebuah pilihan bagi kita semua, dan sebaik-baik pilihan kita harus selalu berupaya melakukan perubahan yang menuju ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Hari ini (Jumat, 11 September 2020) kebetulan saya mendapat undangan untuk mengikuti sebuah pertemuan yang membicarakan tentang hal yang berkaitan dengan salah satu perubahan. Dalam hal ini adalah perubahan yang berkaitan dengan kenaikan jabatan fungsional guru. Ini saya nilai sebagai salah satu contoh pendukung yang pas untuk menggambarkan sifat opsional dari perubahan.

Seperti ditetapkan dalam peraturan pemerintah yang berlaku hingga saat ini, seorang guru dapat dipertimbangkan kenaikan pangkatnya setelah memenuhi angka kredit tertentu dari berbagai unsur yang ditetapkan. Salah satu diantaranya, yang dalam pertemuan tadi dibahas dan disimpulkan menjadi salah satu penyebab utama yang menghambat kenaikan pangkat ini adalah unsur publikasi ilmiah dan karya inovatif (piki). Banyak teman-teman guru, setidaknya yang bisa saya amati di tempat saya dan menjadi topik pembicaraan dalam pertemuan tersebut, masih rendah kemauannya untuk melakukan kegiatan yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi komponen penilaian tersebut.

Sumber: Koleksi pribadi

Unsur piki menjadi sebuah pilihan bagi guru, mau melakukan untuk membuka peluang bisa dinilaikan sebagai syarat kenaikan pangkatnya. Pun sebaliknya tidak melakukannya dengan konsekuensi tetap akan terus berada pada kondisi sekarang tanpa ada peluang sama sekali untuk proses kenaikan pangkatnya sesuai ketentuan yang berlaku. Unsur lain yang menjadi bahan pembicaraan dalam pertemuan, disamping kemauan melakukan piki, hal yang menjadi penghambat kenaikan pangkat guru adalah pikiran pragmatis, bahwa kenaikan pangkat tidak berdampak signifikan terhadap kenaikan gaji dan tunjangan yang melekat dengannya yang akan diterima di kemudian hari. Pun kegiatan piki yang dilakukan oleh sebagian kecil lainnya semata-mata untuk memenuhi syarat kenaikan pangkatnya, termasuk bagian dari motivasi pragmatis yang berpotensi menjadi pengghambat tersebut. Mengapa demikian?

Motivasi melakukan kegiatan piki, bentuk apapun yang semata-mata hanya untuk memenuhi syarat kenaikan pangkatnya akan berpotensi menghalalkan segala cara, dan dapat melemahkan semangat yang menjurus pada rasa putus asa. Motivasi pragmatis bisa menutup pikiran untuk melakukan perbaikan yang mungkin disarankan oleh penilai. Yang umum terjadi, untuk menilaikan sebuah piki harus melalui sebuah proses perbaikan, yang mungkin bisa terjadi beberapa kali. Dalam kondisi seperti ini, yang diperlukan adalah motivasi untuk melakukan perubahan sesuai saran yang disampaikan, agar komponen piki kita menjadi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak semata-mata untuk memenuhi syarat tersebut.

Komponen piki tidak jauh dari keterampilan menulis. Oleh karena itu sebaik-baik cara melatihnya adalah dengan cara belajar menulis, mengaitkannya dengan tupoksi dengan tujuan untuk memperbaiki pelaksanaan tupoksi tersebut. Membaca dan memedomani ketentuan yang telah ditetapkan dan disebarluaskan menjadi sebuah keharusan dalam meyusun laporan. Hal ini dilakukan agar kelak pada saat digunakan sebagai syarat pengusulan kenaikan pangkatnya, tidak banyak mengalami masalah. Perubahan pola pikir dari pragmatis menjadi praktis menjadi salah satu kunci yang bisa mengatasi permasalahan kemandegan proses kenaikan pangkat ini.

INFO REDAKSI

Mulai saat ini, serial tulisan "Menjadi 'GOBLOK' Dalam Kesibukan" tayang juga di blog ini. Semua tulisan dalam serial ini diambil dari tulisan yang sama di catatan dan dinding facebook saya. Silahkan beri penilaian: Bermanfaat, Menarik, atau Menantang di bawah artikel yang sesuai. Bagi pengguna facebook masih tetap bisa membacanya melalui link: https://www.facebook.com/mr.yulitenan