TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG KE "PRO EDUKASI"

29 Oktober 2020

KETERAMPILAN ABAD 21 DI ABAD 20

Oleh: Yuliyanto


Abad merupakan sebuah istilah untuk menyebut rentang waktu yang lamanya seratus tahun. Saat ini kita berada di abad 21, mengapa demikian? Karena saat ini kita berada di tahun 2020 yang merupakan bagian dari rentang waktu antara tahun 2001 sampai 2100. Merujuk pada pengertian ini, berarti rentang waktu untuk abad 20 yaitu dari tahun 1901 hingga 2000.

Keterampilan abad 21 yang di Indonesia lebih akrab dikenal dengan 4K, yaitu kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif belakangan sangat gencar dikampanyekan. Merujuk pada beberapa referensi, kritis merupakan sebuah sikap yang sangat terbuka dan respek terhadap berbagai data dan pendapat. Kreatif berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu. Berikutnya komunikatif memuat makna berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain. Adapun kolaboratif, dapat dimaknai sebagai sebuah kemampuan seseorang untuk bekerja sama dengan orang lain.

Pertanyaan yang mungkin muncul adalah mengapa keterampilan tersebut dinamakan keterampilan abad 21? Atau mungkin juga, apakah di abad 20 atau abad-abad sebelumnya keterampilan tersebut belum ada? Menurut pendapat saya, semua keterampilan tersebut sudah ada dan dimiliki oleh generasi di abad 20 bahkan abad sebelumnya. Isitlah keterampilan abad 21 yang gencar dikampanyekan untuk menyebut keterampilan tersebut di abad 21 ini lebih dimaksudkan untuk membangkitkan keterampilan tersebut pada generasi muda saat ini agar mampu mengarungi kehidupannya di abad berikutnya.

Kata “membangkitkan” berasal dari kata “bangkit” yang dapat dimaknai sebagai “bangun atau hidup kembali”. Hal ini berarti bahwa keterampilan abad 21 tersebut sebenarnya sudah ada di abad 20, tetapi di abad 21 ini keberadaannya mulai berkurang atau bahkan hilang atau mati. Kecanggihan teknologi di abad 21 tidak bisa dipungkiri menyediakan sangat banyak kemudahan yang bisa berpotensi menurunkan keterampilan yang disebut sebagai keterampilan abad 21 itu sendiri. Mengapa demikian? Faktanya yang sering kita saksikan atau bakan kita alami, kecenderungan selalu memanfaatkan gadget dalam menghadapi dan menyelesaikan suatu permasalahan berpotensi menurunkan sikap dan perilaku kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif.

Sumber: kemenpora.go.id

Slogan “Bersatu dan Bangkit” yang diusung pemerintah melalui Kemenpora dalam peringatan hari Sumpah Pemuda tahun 2020 ini, disamping sebagai pembangkit motivasi dalam gerakan masyarakat menghadapi situasi pandemi covid-19, juga menyiratkan adanya kondisi yang menurun pada keduanya. “Semangat persatuan tidak bisa ditawar lagi, harus bersatu dan bergotong royong.”, demikian disampaikan oleh Menpora dalam situs resminya (kemenpora.go.id) pada launching logo hari Sumpah Pemuda 2020. “Tanpa persatuan, kita tidak akan bisa, makanya harus bersatu lalu kita bangkit, demikian papar Menpora dalam situs yang sama.

Sebaik-baik cara memperingati hari bersejarah, termasuk di dalamnya Sumpah Pemuda, salah satunya adalah dengan melakukan refleksi dengan cermin peristiwa bersejarah tersebut. Seperti kita semua ketahui, bahwa Sumpah Pemuda lahir sebagai alat mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama dalam memperjuangkan kemerdekaan. Hal itu dilakukan dengan cara menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Walaupun peristiwa itu lahir di abad 20, namun hal tersebut tidak bisa dipungkiri merupakan contoh implementasi nyata keterampilan abad 21, yaitu kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif.

Karakter kritis para pemuda Indonesia waktu itu ditunjukkan oleh sikapnya yang sangat respek terhadap situasi dan kondisi bangsa Indonesia untuk dapat keluar dari belenggu penjajahan. Hal itu membawa para pemuda Indonesia untuk berpikir mencari solusi, hingga akhirnya tercetus ide mengadakan Sumpah Pemuda. Bukankah ini sebuah gagasan yang kreatif dari para pemuda Indonesia di abad 20 waktu itu? Akhirnya pada Konggres Pemuda II yang diadakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928, seluruh pemuda bersepakat untuk bersatu dengan satu perasaan yang bangga sebagai bangsa Indonesia. Hal itu didasari oleh pemahaman yang sama bahwa, persatuan dengan tidak mengedapankan kepentingannya sendiri akan mempermudah melawan penjajah. Bukankah ini hasil dari kemampuan mereka dalam berkomunikasi dan berkolaborasi diantara para pemuda Indonesia pada waktu itu?

Kita yang saat ini masih berkesempatan mengikuti peringatan hari Sumpah Pemuda, bisa dikatakan tinggal menikmati hasil dari perjuangan para pemuda waktu itu. Oleh karenanya, seperti pesan Menpora di atas, mau tidak mau kita harus meneladani dan mengimplementasikan semangat dan perjuangan mereka dalam kehidupan saat ini dan yang akan datang. Generasi muda sebagai tulang punggung bangsa, harus mampu berpikir kritis untuk menghasilkan ide atau gagasan yang kreatif dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi. Kemampuan berkomunikasi dengan berbagai elemen dan komunitas mutlak dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat mengakibatkan menurunnya rasa persatuan. Pun kemampuan bekerja sama dengan berbagai elemen dan komunitas harus terus dibangkitkan, agar seberat apa pun permasalahan yang dihadapi bisa terasa lebih ringan dalam penyelesaiannya.

1 komentar:

INFO REDAKSI

Mulai saat ini, serial tulisan "Menjadi 'GOBLOK' Dalam Kesibukan" tayang juga di blog ini. Semua tulisan dalam serial ini diambil dari tulisan yang sama di catatan dan dinding facebook saya. Silahkan beri penilaian: Bermanfaat, Menarik, atau Menantang di bawah artikel yang sesuai. Bagi pengguna facebook masih tetap bisa membacanya melalui link: https://www.facebook.com/mr.yulitenan