TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG KE "PRO EDUKASI"

24 Januari 2021

KEKUATAN TERIMA KASIH

Yuliyanto


Sekitar dua bulan yang lalu saya menerima pesan whatsapp seorang teman yang juga sesepuh di sebuah unit kerja di mana saya pernah diberikan kesempatan singgah. Terdapat beberapa pesan yang disampaikan, tetapi saya ingat dan sangat tertarik dengan sebuah kalimat, “Pak Yuli selalu dengan sangat ringan menyampaikan kata ‘terima kasih’. Saya akan mencoba meniru apa yang Pak Yuli lakukan itu”. Pada saat membaca pesan waktu itu hampir tidak ada pikiran, mengapa teman yang juga saya anggap sesepuh itu memiliki kesan yang mendalam dengan kata “terima kasih” yang menurutnya sering saya lakukan.

Sumber: Koleksi pribadi

Belakangan kalimat dalam pesan itu kembali muncul di pikiran saya. Kebetulan beberapa minggu yang lalu, bersama dua orang teman saya main ke sebuah toko buku ternama di Semarang. Hal yang sudah sangat lama tidak atau sangat jarang saya lakukan setelah tidak tinggal di kota tersebut. Saat memasuki toko buku, pandangan saya sudah tertarik dengan sebuh buku yang dipajang, berjudul “berani tidak disukai”. Eentah mengapa judul buku itu sangat mengganggu pikiran saya. Hingga setelah merasa cukup mengambil beberapa buku, akhirnya buku dengan judul itu pun saya ambil dan saya bawa ke kasir untuk ikut serta dibungkus.

Keeseokan harinya baru saya sempat membuka dan membacanya. Hal pertama yang saya lihat dan belum pernah saya baca dari buku-buku sebelumnya adalah penyajiannya. Muatan konsep pengetahuan tentang psikologi dalam buku itu disajikan dalam bentuk dialog antara dua orang, yang dalam buku itu disebut dengan “PEMUDA” dan “FILSUF”. Cara penyajian yang seperti inilah yang mungkin membuat para pembaca, termasuk saya memiliki keinginan untuk terus meneruskan membacanya hingga selesai. Beberapa hari saat buku itu saya bawa ke sebuah pertemuan, seorang teman pun mengambilnya, membuka, dan membacanya beberapa halaman. Saat mengembalikan pun dia berkomentar, “Setiap kalimat dalam buku itu perlu dipikirkan sejenak untuk bisa memahaminya. Tetapi penyajian buku ini sangat bagus dan menarik”.

Lalu apa hubungannya buku itu dengan judul dan kalimat pengantar tulisan ini? Baiklah, di dalam buku ini membahas sebuah topik yang berkaitan dengan kata “terima kasih”, seperti saya gambarkan di awal tulisan. Di bagian dialog antara Pemuda dan Filsuf pada malam keempat, dengan judul “Bagaimana Cara Merasakan Bahwa Engkau Berarti”, sang Filsuf menyampaikan jawaban atas pertanyaan Pemuda mengenai “kontribusi”, sebuah penekanan besar dalam teori psikologi Adler. “Hanya ketika seseorang mampu merasakan bahwa dirinya berhargalah dia bisa memiliki keberanian”, demikian kalimat Filsuf dalam buku tersebut. Lantas apa hubungannya kalimat ini dengan kata “terima kasih”?

Di situlah letak jawaban atas pikiran saya terkait dengan pernyataan teman yang juga sesepuh yang saya sampaikan di awal tadi. Kata “terima kasih” yang--katanya selalu saya sampaikan, merupakan sebuah kata yang membuat teman yang juga sesepuh itu merasa dihargai. Kata itu rupanya yang menjadikan dirinya lebih berharga, karena tidak sedang diposisikan dalam konteks hubungan antara atasan dan bawahan atau penilai dan yang dinilai, tetapi dalam posisi yang setara—walaupun tidak sama. Dengan demikian, dia merasaka bahwa dirinya berharga sehingga lebih memiliki keberanian untuk menghadapi dan menjalankan tugas-tugasnya dengan lebih baik.

Penghargaan, dalam arti menjadikan seseorang menjadi berharga dan merasa dihargai menjadi kebutuhan setiap individu dalam hubungannya dengan orang lain di masyarakat secara luas. Benarkah demikian? Baiklah saya berikan sebuah contoh kasus yang pernah saya temui, bahwa seseorang itu memerlukan penghargaan, sekalipun hanya berupa ucapan “terima kasih”. Suatu ketika saya menyampaikan postingan di sebuah grup, seperti biasa saya lebih memilih mengawali dengan pilihan kata “terima kasih”, atas partisipasi aktif anggota grup itu memenuhi kesepakatan yang telah kita sampaikan sebelumnya. Beberapa saat kemudian, seorang teman—yang merasa sudah memenuhi kesepakatan tetapi tidak tercantum namanya pada daftar menyampaikan, “kok saya tidak diberi ucapan terima kasih?” Bukankah ini sebuah bukti bahwa kita semua memerlukan penghargaan dengan kata itu?

Sebuah kata sederhana tetapi ternyata memiliki dampak atau kekuatan yang luar biasa bagi seseorang yang menerimanya. Hanya dengan memberikan kata tersebut bisa menjadikan kita menjadi lebih berharga atau dihargai. Dengan merasa lebih berharga atau dihargai, seseorang akan menjadi bisa menerima dirinya sendiri apa adanya, dan karenanya akan memiliki keberanian melaksanakan tugas-tugasnya dalam konteks yang luas. Oleh karenanya, tidak ada jeleknya kita selalu membiasakan menyampaikan kata tersebut—dengan ihlas sebagai sebuah bentuk penghargaan kepada orang lain dalam rangka memposisikan hubungan kesetaraan—sekali lagi walaupun tidak sama dalam konteks yang sangat luas.

6 komentar:

INFO REDAKSI

Mulai saat ini, serial tulisan "Menjadi 'GOBLOK' Dalam Kesibukan" tayang juga di blog ini. Semua tulisan dalam serial ini diambil dari tulisan yang sama di catatan dan dinding facebook saya. Silahkan beri penilaian: Bermanfaat, Menarik, atau Menantang di bawah artikel yang sesuai. Bagi pengguna facebook masih tetap bisa membacanya melalui link: https://www.facebook.com/mr.yulitenan