TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG KE "PRO EDUKASI"

18 September 2020

MENDIDIK DENGAN TIGA “SA”

Oleh: Yuliyanto 


Beberapa hari yang lalu saya bersama sekitar enam puluh orang teman lainnya berkesempatan mengikuti kegiatan sosialisasi tentang sebuah peraturan pemerintah daerah yang berkaitan dengan pendidikan karakter anti korupsi. Berbicara mengenai karakter pasti tidak akan jauh dari sifat batin seseorang yang memengaruhi pikiran dan perilakunya. Karena erat kaitannya dengan pikiran dan perilaku inilah, maka dalam berbagai diskusi tentang pendidikan karakter pasti muncul istilah pembiasaan dan keteladanan dalam menanamkannya. 

Sumber: Koleksi pribadi

Dalam tulisan ini saya tidak akan fokus pada bahasan penanaman karakter anti korupsi yang menjadi topik utama sosialisasi tersebut. Saya lebih tertarik untuk membahas tentang salah satu cara membiasakan karakter yang disampaikan oleh nara sumber dalam kegiatan tersebut. Dalam konteks sosialisasi tersebut memang cara ini difokuskan untuk membiasakan karakter anti korupsi. Namun menurut saya, secara umum berbagai macam karakter dapat dibiasakan dengan cara seperti disampaikan oleh nara sumber dalam kegiatan tersebut. 

Seperti saya tuliskan di awal bahwa penanaman karakter sangat dekat dengan kegiatan yang dinamakan pembiasaan atau habituasi. Istilah ini dapat dimaknai sebagai sebuah proses yang dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang. Tidak semudah mengucapkan memang untuk melaksanakan proses tersebut. Dalam situasi tertentu diperlukan cara-cara khusus untuk membuatnya menjadi terbiasa, yang menjadi salah satu indikator tercapainya tujuan penanaman karakter tertentu. Ada kalanya untuk membuat seseorang terbiasa harus melalui “sa” yang lain. Apa saja dua “sa” itu? 

Nara sumber dalam kegiatan sosialisasi tadi menambahnya dengan dua “sa” lainnya, yaitu “dipaksa” dan “terpaksa”. Kata “dipaksa” memuat maksud disuruh melakukan sesuatu yang bersifat harus. Biasanya hal ini diikuti dengan suatu sangsi apabila tidak melakukannya. Dengan begitu maka seseorang mau tidak mau akan melakukannya, kondisi seperti ini biasa kita sebut dengan istilah “terpaksa”. Seseorang yang melakukan sesuatu dalam kondisi seperti itu dan dilakukan berulang-ulang secara terus-menerus itulah yang akan menjadikannya “terbiasa”. Pada tataran “terbiasa” inilah dua “sa” sebelumnya akan dengan sendirinya hilang dan akan tumbuh kebiasaan melakukan sesuatu, yang pada akhirnya akan menjelma menjadi sebuah karakter. 

Dalam konteks mendidik, saya menilai dua “sa” pertama, yaitu “dipaksa” agar “terpaksa” melakukan sesuatu dapat dilakukan agar menjadi “terbiasa”. Hal ini lebih dengan tujuan untuk menyadarkan dan memahamkan seseorang tentang karakter tertentu yang akan ditanamkan. Di dalam keterpaksaan melakukan sesuatu karena dipaksa, terdapat proses penyadaran dan pemahaman mengenai nilai-nilai karakter yang menjadi target akhir. Kesadaran dan pemahaman mengenai nilai-nilai karakter tersebut yang akan membawa seseorang pada akhirnya menjadi “terbiasa”, sehingga tidak lagi merasa “terpaksa” melakukan sesuatu tersebut. 

Banyak hal di sekitar kehidupan kita yang mungkin harus ditanamkan dan dilakukan melalui proses tiga “sa” tersebut. Tidak jarang kita sebagai orang tua melakukan proses tersebut kepada anak-anak kita dalam rangka menanamkan karakter tertentu, seperti kedisiplinan, tanggungjawab, kemandirian, dan lainnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan saat ini kita sedang “terpaksa” melakukan sesuatu karena “dipaksa” agar menjadi “terbiasa”. Apapun itu apabila sesuatu yang “terpaksa” harus kita lakukan itu menuju pada kebaikan bagi kita dan tentu saja juga bagi yang memaksa, maka nikmati saja prosesnya. 

Dalam konteks yang lebih sempit, proses tiga “sa” perlu juga kita lakukan pada diri sendiri dalam rangka mendidik diri untuk membiasakan diri melakukan sesuatu. Dalam hal ini, sesuatu itu bisa berupa apapun. Bisa sesuatu yang berkaitan dengan tupoksi kita masing-masing, pun hal yang berkaitan dengan pengembangan diri kita masing-masing. Belajar menulis seperti yang saya atau mungkin juga sedang Anda lakukan saat ini merupakan salah satu bagian dari sekian banyak hal yang perlu dibiasakan agar menjadi bisa. Bagi saya yang masih pemula dalam hal tersebut, dua “sa” pertama sangat diperlukan agar menjadi “terbiasa”. 

Dalam rangka mendidik diri agar bisa menulis, “sa” pertama harus lebih dominan dari dalam diri sendiri. Dalam hal ini kita tidak “dipaksa” tetapi harus “memaksa” diri kita sendiri untuk terus belajar menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan. Tentu saja hal ini sesuai dengan kesepakatan dengan diri sendiri yang telah ditetapkan, misalnya saya harus membuat tulisan minimal satu dalam seminggu. Apabila mendekati akhir minggu ternyata belum membuat sebuah tulisan pun, maka walupun “terpaksa” kita harus segera melakukannya. Dengan demikian, harapannya dalam rentang waktu tertentu akan membawa kita pada kondisi “terbiasa”, dalam arti melakukannya secara rutin dalam situasi yang gembira.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INFO REDAKSI

Mulai saat ini, serial tulisan "Menjadi 'GOBLOK' Dalam Kesibukan" tayang juga di blog ini. Semua tulisan dalam serial ini diambil dari tulisan yang sama di catatan dan dinding facebook saya. Silahkan beri penilaian: Bermanfaat, Menarik, atau Menantang di bawah artikel yang sesuai. Bagi pengguna facebook masih tetap bisa membacanya melalui link: https://www.facebook.com/mr.yulitenan