Seperti kejadian hari ini (Rabu, 12-8-2020) di rumah seorang teman, tempat di mana disepakati untuk berkumpul bersama. Acaranya dikemas spontan dan bersifat refreshing dengan memancing ikan di kolam milik tuan rumah. Undangan pun hanya disampaikan lewat grup whatsapp komunitas itu. Anggota yang berkenan ikut dalam acara itu menuliskan nama pada daftar yang disediakan di grup tersebut. Sampai pagi hari ini tadi terdaftar 17 orang yang bisa bergabung, termasuk seorang teman yang pada hari sebelumnya menyampaikan tidak bisa ikut.
Sumber: Koleksi pribadi |
Sampai pada waktu kumpul yang telah disepakati, ada beberapa teman yang sudah menyatakan bisa ikut tetapi karena sesuatu hal tidak jadi bisa bergabung. Saya sendiri baru bisa bergabung setelah beberapa kegiatan yang sudah terjadwal hari ini selesai semua. Untuk memastikan, sekitar pukul 12.48 (sudah lewat hampir 3 jam dari waktu yang disepakati) saya bertanya melalui grup komunitas: “Masih nyandhakkah jika sekarang baru mau meluncur?” Selang semenit teman yang juga pemilik rumah menjawab singkat “Nyandhak Pak” Empat puluh menit kemudian, saat saya sudah dalam perjalanan menuju lokasi, teman lain menegaskan “Belum Pak, baru datang”.
Saat tiba di tempat, acara mancing sudah selesai, bahkan semua telah selesai juga menikmati hasil pancingannya. Karena saat itu masih ada dua orang teman yang belum hadir, saya memutuskan akan menunggu mereka untuk bersama-sama menikmati menu yang disajikan dari hasil mancing. Saat salah seorang diantaranya hadir, ada kabar kalau seorang teman lainnya tidak jadi bisa bergabung karena lupa dan sudah pulang ke rumah. Akhirnya kami berdua menikmati menu yang tersedia berdua saja. Beberapa saat kemudian kami bergabung kembali dengan teman-teman lain yang masih berbincang di ruang depan.
Ketika salah seorang teman memberi kode untuk pamit, teman yang punya rumah bilang “Sebentar lagi, baru dibuntelke...”. Ternyata beberapa teman perempuan yang berada di dapur sedang menyiapkan bungkusan berisi ikan hasil pancingan yang telah digoreng. Beberapa saat kemudian, benar salah seorang teman membawa tas plastik kemudian membagikannya kepada semua yang ada. Saat itulah seorang teman mengatakan “Dewi Panthawati beraksi”, dan suasana pun menjadi meriah dengan tawa semua yang ada di ruangan tersebut.
Sumber: Koeksi pribadi |
Dari tawa teman-teman itu menunjukkan bahwa mereka semua mengetahui makna kata “Panthawati” yang berasal dari tembung Jawa yang kurang lebih artinya membagi sesuatu. Saya katakan kurang lebih, karena sebenarnya saya sendiri belum pernah membaca secara langsung arti kata tersebut. Untuk memastikan, saya mencoba mencari di kamus Bahasa Jawa online dengan memasukkan kata “pontho”. Ternyata tidak ditemukan arti kata tersebut. Saya coba menggantinya dengan kata “pantha”, pun tidak ditemukan artinya. Saya coba ulangi lagi dengan kata “montho” juga “mantha” ternyata tetap tidak ditemukan artinya.
Semakin penasaran tentang makna kata tersebut, saya mencoba bertanya kepada seorang teman apa arti kata “pontho”, dan dia menjawabnya singkat “membagi”. Karena belum yakin saya mencoba bertanya kepada teman lain, pengajar Bahasa Jawa dengan kata kunci yang sama. Dia pun menjawab “Menawi ‘mantha-mantha’ = membagi-bagi”, yang menyiratkan bahwa asal katanya bukan “pontho” tetapi “mantha-mantha”. Jadi kelakar yang muncul dengan sebutan “Dewi Panthawati” untuk salah satu teman tadi benar berasal dari kata “mantha-mantha” yang berarti membagi menjadi beberapa bagian kemudian memberikannya kepada orang lain, sesuai dengan tugasnya yang membagi-bagikan sesuatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar