Oleh: Yuliyanto
(15 Mei 2020)
Sejak pemerintah menetapkan masa tanggap darurat penyebaran dan pencegahan covid-19, pada pertengahan bulan Maret 2020 sektor pendidikan mengalami perubahan yang cukup signifikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar, dengan diterapkannya kebijakan belajar dari rumah (BDR). Disdikbud Kabupaten Magelang sebagai bagian tak terpisahkan dari sektor tersebut mengambil kebijakan secara bertahap. Hal ini ditetapkan melalui rapat kilat dan terbatas di jajaran disdikbud hari Minggu, 15 Maret 2020 dengan keputusan semua siswa mulai tanggal 16 - 28 Maret 2020 belajar dari rumah (BDR).
Siang harinya pada hari itu juga setelah rapat di disdikbud semua ketua sub rayon yang mengikuti rapat kilat dan terbatas tersebut mengundang rapat seluruh kepala sekolah di masing-masing wilayahnya. Agenda utamanya adalah menyampaikan kebijakan hasil rapat yang diikuti sebelumnya. Intinya menginstruksikan kepada kepala sekolah untuk menyampaikan kepada seluruh siswanya belajar dari rumah mulai mulai tanggal 16 – 28 Maret 2020. Segera setelah usai rapat semua kepala sekolah segera menginstruksikan kebijakan tersebut melalui grup di masing-masing sekolahnya. Seluruh wali kelas menjadi ujung tombak menyapaikan instruksi tersebut dan harus memastikan semua siswa di masing-masing kelasnya menerima informasi dan tidak berangkat ke sekolah esok harinya.
Skenario pun berjalan mulus terlihat dari keesokan harinya hanya guru dan karyawan yang hadir di sekolah, tanpa seorang siswa pun hadir. Sebagian besar sekolah mengagendakan rapat sekolah pada hari itu untuk menindaklanjuti kebijakan tersebut. Hasil utama keputusan rapat, yaitu guru merancang pembelajaran daring/jarak jauh dan siswa belajar dari rumah pada rentang waktu yang ditetapkan. Selanjutnya keputusan tersebut dituangkan dalam surat edaran sekolah yang ditujukan kepada orang tua/wali siswa dengan tembusan komite sekolah.
Pada rentang waktu tersebut guru mulai melaksanakan tupoksinya dari jarak jauh tanpa tatap muka dengan siswanya, walaupun tetap adir di sekolah. Seiring gencarnya upaya pencegahan penyebaran covid-19, disdikbud pun menetapkan kebijakan baru, yaitu dengan pola piket sebanyak 30% dari jumlah pegawai yang ada. Mulai saat inilah dikenal istilah work from home(WFH), yaitu guru yang tidak sedang piket melaksanakan tupoksinya dari rumah. Seiring dengan laju perkembangan penyebaran yang semakin hari terus mengalami peningkatan, akhirnya disdikbud menetapakan kebijakan baru lagi yang berlaku hingga saat ini, yaitu pola piket dengan komposisi guru dan karyawan yang jumlahnya diperkecil lagi. Di beberapa satuan pendidikan menindklanjuti dengan komposisi yang berbeda-beda, yang jelas sudah tidak berlaku lagi komposisi 30% dari jumlah pegawai.
Dalam perkembangannya ternyata pola work from home (WFH) tersebut mendapat sindiran dari sebagian (kecil) masyarakat. Hal ini ditunjukkan dari beberapa komentar, misalnya “Enak ya jadi PNS, libur pun tetap mendapat gaji”. Sebuah komentar yang tidak mudah menjelakannya kepada masyarakat, karena yang mereka lihat adalah keberadaan kita di rumah, bukan pekerjaan apa yang kita lakukan di rumah di masa darurat pencegahan penyebaran covid-19 ini.
Guru, seperti tertuang dalam permendikbud nomor 15 tahun 2018 mempunyai 5 tupoksi, yaitu: 1) merencanakan pembelajaran atau pembimbingan; 2) melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan; 3) menilai hasil pembelajaran atau pembimbingan; 4) membimbing dan melatih peserta didik; serta 5) melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru. Di masa tanggap darurat dengan pola work from home (WFH) pun guru tetap melaksanakan kelima tupoksi tersebut, yang berbeda adalah caranya. Dalam kondisi normal pelaksanaan tupoksi nomor 2 dilakukan secara tatap muka, sedangkan pada masa tanggap darurat ini tupoksi tersebut dilaksanakan dari rumah.
Bagaimana dengan pelaksanaan tupoksi lainnya? Tetap saja guru melaksanakannya, termasuk dari merencanakan, menilai, membimbing, dan melaksanakan tugas lain. Dalam pelaksanaan work from home (WFH) guru harus membuat perencanaan pembelajaran daring/jarak jauh yang akan dilaksanakan dari rumah oleh siswanya. Hal ini ditunjukkan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) daring/jarak jauh yang menjadi salah satu bukti yang harus didokumentasikan.
Setelah membuat perencanaan guru harus melaksanakan dan menilainya termasuk membimbing dan melatih siswanya. Bagaimjana ini dibuktikan? Guru setiap hari sesuai jadwal yang telah dibuat oleh satuan pendidikan melaksanakan pembelajaran dari rumah memanfaatkan teknologi yang ada. Hal ini dibuktikan dengan dokumen jurnal pelaksanaan kegiatan, daftar nilai, dan presensi harian. Kegiatan tersebut bahkan bisa dilakukan seorang guru selama hampri 24 jam. Mengapa demikian? Tidak semua siswa langsung merespon materi/tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yang dominan: kepemilikan gadget, kelancaran akses internet, dan kepemilikan paket data yang mendukung.
Di tengah-tengah kesibukan pelaksanaan tupoksi-topoksi utama tersebut, guru juga tetap melaksanakan tugas tambahan yang sesuai. Guru yang mendapat tambahan sebagai wali kelas misalnya, harus melakukan presensi siswa binaanya, memantau, dan mengecek tugas-tugas yang diberikan oleh guru lainnya. Hal tersebut harus dilaporkan setiap hari melalui form yang telah disediakan, secara umum meliputi jumlah siswa, jumlah siswa yang aktif dalam pembelajaran, termasuk kondisi kesehatannya. Disamping itu beberapa guru juga tetap aktif melakukan pengembangan diri secara mandiri melalui berbagai kegiatan, seperti seminar dan pelatihan secara online untuk meningkatkan kompetensinya yang mendukung pelaksanaan tupoksi-tupoksi tersebut.
Penegasan work from home (WFH) itu bukan libur, ditegaskan dalam surat edaran disdikbud yang ditindaklanjuti oleh satuan pendidikan dalam salah satu butir juknis pelaksanaan kerja di masa tanggap darurat, yaitu “Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang tidak sedang piket, melaksanakan tugas kedinasan dari rumah / Work From Home (WFH) dengan memfasilitasi siswa melakukan proses pembelajaran yang menyenangkan, memantau kesehatan siswa, mengajak siswa untuk tetap belajar dan beraktivitas di rumah, serta melaksanakan tupoksi lain yang sesuai”.
Butir lain dalam juknis yang menguatkan hal tersebut adalah “Setiap Pendidik dan Tenaga Kependidikan harus tetap menjaga integritas dan martabatnya dengan tetap berada di tempat tinggal/domisili masing-masing (apabila tidak sedang piket), kecuali dalam keadaan mendesak, dan harus melaporkan kepada atasan langsung”. Komentar masyarakat seperti tadi harus ditanggapi dengan bijaksana dan tidak perlu dengan cara yang kurang baik, apalagi emosi. Kasus seperti itu harus kita jadikan sebagai bahan refleksi terhadap pelaksanaan tupoksi selama work from home (WFH) menjadi lebih baik lagi yang pada akhirnya memperkuat bahwa hal tersebut bukan berarti libur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar