Dari gambaran tersebut dapat kita pahami bahwa tumbuhnya rasa cinta itu dapat dilakukan melalui sebuah pembiasaan. Dalam konteks di atas pembiasaannya dilakukan melalui aktivitas sering bertemu, sering bersama-sama, dan sering berkomunikasi. Dalam konteks yang lebih luas dapat kita tafsirkan bahwa karakter-karakter tertentu dapat ditanamkan melalui peoses pembiasaan. Melalui kegiatan pembiasaan akan tumbuh kebiasaan, yang dalam kurun waktu tertentu akan menjelma menjadi sebuah budaya yang pada akhirnya bisa tumbuh menjadi sebuah karakter.
Merujuk pada pengertian cinta yaitu sangat suka, sangatlah sempit jika kita hanya menafsirkannya sebagai perasaan sangat suka diantara dua individu berlainan jenis. Dalam konteks yang lebih luas rasa cinta ini bisa saja tumbuh pada seseorang tidak saja dengan lawan jenisnya, tetapi pada benda lain atau bisa jadi terhadap aktivitas tertentu. Seseorang yang sangat suka dengan kendaraannya bisa dikatakan dia mencintainya. Pun seseorang yang sangat suka dengan membaca atau menulis, bisa juga dikatakan dia mencintai aktivitas tersebut.
Tentang aktivitas membaca dan menulis tersebut belakangan menjadi hal yang perlu memperoleh perhatian lebih dari kita semua. Hal ini berkaitan dengan masih rendahnya kemampuan membaca dan menulis sebagai bagian dari literasi dasar. Seperti paparan Moch. Abduh dalam tulisan saya sebelumnya “Mengukur Kemampuan Bernalar”, bahwa “Skor rata-rata Indonesia di PISA 2018 untuk tiga bidang tersebut semua berada di bawah rata-rata skor negara-negara OECD” menjadi salah satu bukti yang menguatkan kondisi ini. Salah satu diantara ketiga bidang tersebut adalah literasi membaca.
Sumber: Koleksi pribadi |
Dalam dunia pendidikan ungkapan Jawa “Tresna jalaran saka kulina” itu bisa dijadikan salah satu dasar pemikiran melaksanakan pembiasaan, termasuk di dalamnya pembiasaan untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap membaca dan menulis. Pembiasaan membaca, dalam arti memahami dan mampu merefleksikan berbagai bacaan perlu dilakukan oleh semua warga sekolah. Dengan terbiasa membaca yang dilakukan secara kontinyu dan konsisten dalam kurun waktu tertentu kemungkinan besar akan dapat menumbuhkan rasa cinta. Perasaan cinta membaca inilah yang diharapkan akan mampu membawa pada kondisi meningkatnya kemampuan literasi membaca, dalam arti mampu memahami dan merefleksikan isi bacaan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Sudah barang tentu keberhasilan penumbuhan rasa cinta membaca tersebut tidak saja bergantung pada satuan pendidikan. Faktor lain sebagai bagian dari komponen tri pusat pendidikan, yaitu keluarga dan masyarakat juga sangat berpengaruh. Pembiasaan membaca juga harus dilakukan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Pembiasaan membaca sebagai bagian dari literasi dasar di satuan pendidikan melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS) harus didukung di keluarga dengan Gerakan Literasi keluarga (GLK) dan di masyarakat dengan Gerakan Literasi Masyarakat (GLM).
Pembiasaan membaca melalui gerakan literasi pada ketiga komponen tersebut harus dilaksanakan secara sinergis dan harmonis. Dengan demikian maka sistem yang literate akan terbentuk. Hal yang sangat kecil kemungkinannya atau bahkan mustahil bisa diwujudkan, membangun kemampuan literasi di dalam sistem yang tidak literate. Semua komponen harus memulai membiasakannya, agar semua menjadi terbiasa dan lama-kelamaan akan menumbuhkan rasa cinta, yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan literasi membaca. Seperti ungkapan Jawa “Tresna jalaran saka kulina”, kemampuan literasi membaca pun demikian, “Tresa maca jalaran saka kulina maca”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar