Sikap semeleh ini juga diyakini dapat menjaga kesehatan fisik seseorang. Hal ini dikarenakan sikap semeleh ini sangat erat kaitannya dengan pikiran dan hati seseorang dalam menjalani sesuatu. Oleh karenanya kata "semeleh" ini juga sering digunakan oleh orang tua, guru, atau sahabat kita untuk menasehati ketika kita dalam kondisi kurang baik, secara fisik maupun non fisik. Saya dan mungkin juga Anda pasti sudah pernah menerima nasehat “Rasah dipikir banget-banget. Sing semeleh atine”.
Seperti hari ini (25-8-2020) saya bertemu dua orang guru atau saya akui sebagai guru, dan keduanya memberikan sebuah nasehat yang memuat kata “semeleh”. Saya katakan demikian karena salah satu diantaranya adalah guru saya di jenjang SMP, dan seorang lagi pernah menjadi pimpinan saya di sebuah lembaga beberapa tahun silam, dan sejujurnya beliau saya akui sebagai guru juga. Nasehat tersebut tentu hanya sebagai sisipan atau bumbu pembicaraan kita, namun bagi saya merupakan sesuatu yang sangat berharga untuk diteladani.
Pak Gik, begitu saya biasa menyapa sosok yang saya akui sebagai salah seorang guru, hadir sesuai kencan kita saat bertemu dua hari sebelumnya. Tidak sendirian, beliau didampingi salah seorang teman yang dulu juga pernah bersama-sama pada masa kepemimpinannya. Untuk sekadar memenuhi keperluan yang sudah kita bicarakan sebelumnya tidak butuh waktu lama. Semua sudah kita siapkan sebelumnya, tinggal menimbang dan mengangkutnya. Namun demikian kami bertiga lebih asyik bercerita ngalor-ngidul seperti sebuah acara reuni kecil.
Sumber: Koleksi pribadi |
Di tengah-tengah ceritanya itulah Pak Gik menyampaikan resepnya yang saya tangkap sebagai sebuah nasehat. Sebuah kata "semeleh" adalah resep dari semua itu, menanggapi ungkapan seorang teman yang ikut menemui dan mengatakan “Pak Gik nampak lebih segar, sehat, dan kelihatan muda”. Sikap semeleh itu yang menjadikan beliau manjalani aktivitasnya saat ini dengan senang hati, sebagai pengelola bank sampah yang menurut saya merupakan sebuah aktivitas yang sangat terpuji. Hal inilah nampaknya yang menjadikannya selalu tampil ceria dan gembira, dan ini menjadikannya seperti ungkapan yang disampaikan oleh seorang teman tadi.
Guru kedua yang saya temui di tempat yang sama hari ini adalah guru masa SMP, Pak Joko atau Bapa Dwija Utama, begitu saya terbiasa menyapanya. Hadir selepas tengah hari setelah kegiatan dinasnya. Kami juga sudah kencan terlebih dahulu, bahkan empat hari sebelumnya. Tidak ada agenda penting selain hanya untuk bertemu, ngopi bersama, dan bercerita seperti kami sering melakukannya di tempat beliau bertugas. Wayang, adalah topik pertama yang menjadi pembuka pembicaraan kita. Kami sama-sama penggemar wayang kulit, hampir setiap minggu satu atau dua kali kami kencan nobar wayang kulit dengan lakon dan dhalang yang sama, walaupun dari rumah masing-masing.
Sumber: Koleksi pribadi |
Pembicaraan kami akhirnya sampai pada permasalahan penyakit dan kesehatan. Mengawali ceritanya, Pak Joko menyampaikan saat ketemu temannya di sebuah klinik kesehatan. Berdasarkan analisanya sampai pada simpulan kalau sumber penyakit itu adalah beban pikiran yang terus-menerus dirasakan. “Kono ki kakehan pikiran. Teko sik semeleh wae”, begitu kurang lebih saran yang disampaikan kepada temannya. “Penyakitmu ki merga pikiran, nek penyakitku penyakit tenan”, lanjutnya sambil tertawa menggambarkan kondisi temannya dan dirinya yang juga barusaja sembuh dari sakitnya.
Hari ini saya mendapatkan sebuah nasehat dari guru-guru saya. Sebaik-baik nasehat adalah nasehat guru kepada muridnya, setelah nasehat orang tua kepada anaknya. Sebuah kata yang keluar dari dua orang guru yang berbeda, tidak kencan, dan tidak direncanakan, tetapi keluar kata yang sama yaitu “semeleh”. Merujuk dari cerita yang disampaikan kedua guru tersebut, kata “semeleh” memuat makna agar kita dalam bekerja atau beraktivitas harus melakukannya dengan senang hati, gembira, dan jangan menjadi beban pikiran berkelanjutan atas permasalahan-permasalahan yang mungkin kita hadapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar