Tulis saja tentang apa pun, jangan menunggu ada ide. Demikian terus terngiang dalam pikiran. Jadilah jemari ini menekan tombol keybord, merangkai kata demi kata menjadi tulisan ini. Terasa seret tapi ada dorongan kuat untuk tetap membuatnya.
Seperti tulisan di malam Jumat sebelumnya, kali ini masih dalam suasana yang sama, sambil jaga malam di posko. Saat sore tadi hadir di posko memenuhi jadwal sebagai bentuk pemufakatan, tampak sebungkus kue dua warna, merah muda dan hijau, berbentuk bundar dengan seiris pisang di tengahnya.
Sumber: Dokumen pribadi |
Teringat waktu kecil dulu, kue seperti itu disebut kue kacamata. Mungkin simbah waktu itu memberi nama itu karena bentuknya yang menyerupai bundarnya kacamata. Walaupun berjudul nama kue ini, tetapi dalam tulisan ini tidak akan membahas bagaimana kue itu dibuat, seperti apa resep dan cara membuatnya?
Lebih menarik membahas kenapa kue itu ada di posko malam ini. Pemufakatan adalah alasannya. Ya, malam ini ada salah satu anggota di jadwal yang tidak bisa hadir. Sesuai pemufakatan, yang bersangkutan harus memberikan snack untuk anggota lain yang hadir.
Pemufakatan yang berarti kesepakatan, berasal dari kata mufakat. Kata ini sering mengikuti kata musyawarah. Saat belajar di bangku sekolah dulu, guru kita sering menggabungkannya dengan kalimat "musyawarah untuk mufakat". Ini berarti pemufakatan merupakan hasil dari sebuah musyawarah.
Berbicara pemufakatan, ternyata tidak saja hadirnya kue kacamata di posko. Beberapa saat setelah semua anggota piket berkumpul, hadir seseorang di posko dan bertanya "sapine ajeng paringke pundi?" (Sapinya mau ditaruh dimana?). Kebetulan malam ini bertepatan dengan malam Idul Adha, dan besuk pagi ada rencana Qurban dengan menyembelih hewan itu.
Salah seorang di posko menjawab "paringke mrika mawon", sambil menunjuk arah tempat yang sudah direncanakan untuk menaruh hewan tersebut. Ini terjadi juga karena pemufakatan sebelumnya. Pemilik sapi memenuhi pemufakatan dan mengantarkan pada malam Idul Adha, setelah musyawarah dengan perwakilan yang bertugas mencari hewan qurban.
Melaksanakan pemufakatan dapat mempererat tali sillaturrahiim diantara pihak yang terlibat. Simpulan ini saya sarikan dari pembicaraan yang punya sapi dengan yang mencari hewan qurban. Beberapa saat setelah menaruh sapi, mereka melakukan serah terima sejumlah uang yang telah disepakati.
"Sak pungkure njenengan nika, jane onten sik ngaerepi langkung inggil", yang punya sapi menceritakan. Jika hanya berpikir pragmatis, tanpa memikirkan pemufakatan yang telah dibuat, mungkin dia akan memberikannya. Tetapi faktanya malam ini sapi tetap diantarkan sesusi pemufakatan. Dia pun menyampaikan kalau jalinan persaudaraan lebih dari sejumlah materi, apalagi dengan nengabaikan pemufakatan.
Pemufakatan bisa terjadi antara banyak orang, beberapa orang, dua orang, bahkan bisa juga terjadi dengan diri sendiri. Tidaklah berlebihan apabila tulisan ini pun hasil dari sebuah pemufakatan dalam diri saya. Apa pun dan seberapa pun saya harus terus belajar menulis. Dan sebaik-baik cara adalah dengan membuatnya. Setelah itu, lupakan dan berpikir untuk hal lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar