TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG KE "PRO EDUKASI"

27 Agustus 2020

LAMPU KUNING UNTUK ZONA KUNING

Oleh: Yuliyanto
(8 Agustus 2020)


Baru-baru ini pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan memublikasikan Siaran Pers bernomor 210/Sipres/A6/VIII/2020 tertanggal 7 Agustus 2020. Inti dari Siaran Pers tersebut berkaitan dengan penyesuaian zonasi untuk pembelajaran tatap muka. Pemerintah membuka peluang bagi sekolah-sekolah yang berada di zona kuning bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka, yang sebelumnya hanya dibuka untuk sekolah-sekolah di zona hijau.

Peluang tersebut tertuang dalam kalimat: “Pelaksanaan pembelajaran di zona selain merah dan oranye, yaitu di zona kuning dan hijau, untuk dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat”. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengantisipasi berbagai kendala yang muncul selama pelaksanaan pembelajaran jarak jauh. Dari sisi peserta didik, Mendikbud menyampaikan beberapa kendala tersebut diantaranya adalah kesulitan berkonsentrasi dan meningkatnya rasa jenuh yang berpotensi menimbulkan gangguan pada kesehatan jiwa.

Berbagai reaksi pun muncul sebagai respon hal tersebut. Ada yang menyambut gembira, namun tidak sedikit yang justru merasa kawatir. “Neng TV lagi dibahas boleh sekolah tatap muka di zona kuning”, begitu salah seorang teman menyampaikan di sebuah grup whatsapp. “Memang iya”, salah satu anggota grup menjawab singkat. Selang beberapa saat, seorang anggota grup lainnya menyampaikan “Aku kok malah wedi”. Kedua respon di grup tersebut mungkin bisa menjadi salah satu gambaran kudua reaksi tersebut.

Respon pertama “Memang iya” menyiratkan sebuah perasaan gembira dan optimis, sedangkan respon kedua memperlihatkan dengan jelas perasaan takut (wedi). Kedua respon tersebut tentu masing-masing memiliki latar belakang yang berbeda. Yang menyambut gembira, besar kemungkinan didasari rasa jenuh yang sudah mulai memuncak dan berbagai kendala lain yang muncul selama ini, disamping persiapan-persiapan matang yang sudah dimiliki. Sedangkan yang merasa kawatir, lebih didasarkan pada tingkat resiko yang mungkin terjadi. Hal ini sangat logis muncul mengingat covid 19 sangat mudah menular, baik melalui kontak langsung maupun tidak langsung.

Terlepas dari kedua perasaan tersebut, yang penting untuk kita pahami bersama dari kalimat dalam Siaran Pers tadi adalah “... dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat”. Kata “dapat” dalam kalimat tersebut menyiratkan bahwa pelaksanaan pembelajaran tatap muka itu bukanlah bersifat “harus” atau “wajib” bagi sekolah di zona kuning. Hal ini diperkuat dengan kalimat berikutnya yang mensyaratkan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat. Ini berarti sekolah di zona kuning yang akan membuka pembelajaran tatap muka juga harus sanggup dan mampu menjamin penerapan protokol kesehatan.

Sumber: Koleksi pribadi

Seperti ketentuan sebelumnya yang hanya berlaku pada zona hijau, disamping kesanggupan menerapkan protokol kesehatan yang dituangkan dalam surat pernyataan, masih terdapat tiga syarat lainnya yang harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka. Ketiga syarat tersebut yaitu: memperoleh izin dari pemerintah daerah (Gugus Tugas Covid 19), memenuhi semua daftar periksa untuk pembelajaran tatap muka, dan mendapat persetujuan dari orang tua peserta didik. Selengkapnya terdapat empat syarat yang harus dipenuhi. Salah satu diantaranya tidak dipenuhi, pembelajaran tatap muka tidak dapat dilaksanakan.

Lampu kuning sudah menyala, semua komponen (keluarga, sekolah, dan masyarakat) harus bersiap menyambutnya. Pola pikir sebagian masyarakat yang bersifat melemahkan, yang masih menganggap bahwa corona itu hanya sesuatu yang bohong dan rekayasa harus dibersihkan. Sekolah disamping menyiapkan kelengkapan sarana prasarana sesuai daftar periksa, juga harus lebih intensif melaksanakan protokol kesehatan bagi seluruh warganya. Adaptasi kehidupan baru: sering cuci tangan, pakai masker, jaga jarak, istirahat cukup dan olahraga, serta makan dengan gizi seimbang menyongsong hal tersebut harus lebih digelorakan dan dilaksanakan sebagai sebuah kebudayaan, mulai dari keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INFO REDAKSI

Mulai saat ini, serial tulisan "Menjadi 'GOBLOK' Dalam Kesibukan" tayang juga di blog ini. Semua tulisan dalam serial ini diambil dari tulisan yang sama di catatan dan dinding facebook saya. Silahkan beri penilaian: Bermanfaat, Menarik, atau Menantang di bawah artikel yang sesuai. Bagi pengguna facebook masih tetap bisa membacanya melalui link: https://www.facebook.com/mr.yulitenan