TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG KE "PRO EDUKASI"

24 Agustus 2020

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELEJARAN JARAK JAUH

Oleh: Yuliyanto
(15 Juli 2020)


Pembelajaran jarak jauh pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang dilaksanakan selama masa pandemi covid-19 bagi sebagian orang tua dinilai melunturkan beberapa karakter peserta didik. Pembelajaran tanpa tatap muka langsung ini berpotensi menimbulkan “kenakalan” peserta didik. Perlu kajian lebih mendalam memang, tetapi berdasarkan beberapa komentar masyarakat (termasuk orang tua), indikasi tersebut mulai dirasakan oleh sebagian orang tua.

Seorang teman di sebuah sekolah menceritakan pada hari kedua di awal tahun pelajaran baru ini didatangi oleh beberapa orang tua. Tidak dalam jumlah yang sangat banyak, tetapi mereka datang ke sekolah dengan maksud ingin mencabut puteranya dari sekolah tersebut untuk dipindahhkan ke lembaga pendidikan lain yang dinilai lebih bisa menanamkan karakter di masa pandemi ini. “Sekolah tanpa tatap muka membuat anak-anak menjadi nakal”, demikian cerita teman saya menirukan kalimat salah satu orang tua yang mendatangi sekolahnya.

Belum begitu jelas bentuk kenakalan seperti yang disampaikan orang tua tersebut. Namun demikian hal tersebut secara logis memang bisa terjadi sebagai salah satu dampak pembelajaran jarak jauh di masa pandemi ini. Dalam kondisi normal, hampir di semua sekolah telah merancang program penguatan pendidikan karakter yang diintegrasikan dalam kegiatan sekolah. Mulai saat hadir di sekolah dengan kegiatan sambut, senyum, sapa, dan salam, apel pagi menyanyikan lagu Indonesia Raya, kegiatan ibadah, dan sederet kegiatan selama proses pembelajaran, setiap hari menjadi santapan anak di sekolah.

Sejak bulan Maret 2020 yang lalu, saat ditetapkannya masa tanggap darurat pencegahan dan penyebaran covid-19 pembiasaan-pembiasaan tersebut tidak lagi dilakukan oleh peserta didik. Ini berpotensi menghilangkan kebiasaan yang sudah dilakukan dalam rangka menanamkan karakter pada diri peserta didik. Hal inilah yang mungkin menjadi salah satu penyebab munculnya “kenakalan” seperti yang disampaikan oleh salah satu orang tua tadi.

Keberhasilan pendidikan (termasuk karakter) memang bukan menjadi tanggungjawab sekolah saja, tetapi juga keluarga dan masyarakat. Di sinilah pentingnya peranan tri pusat pendidikan untuk terus bersinergi bahu membahu memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan karakternya. Di masa pandemi seperti sekarang ini, tidaklah berlebihan apabila beban tersebut lebih banyak ada pada orang tua dan masyarakat. Pembiasaan-pembiasaan di lingkungan keluarga dan perilaku masyarakat di sekitarnya sangat berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak. Teladan yang dilihat dan disaksikan anak di lingkungan keluarga dan masyarakat berpotensi besar mempengaruhi perilaku dan karakter anak.

Apakah dengan demikian sekolah menjadi tidak punya tanggung jawab? Tentu saja tidak. Sekolah tetap mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk menumbuhkembangkan karakter pada diri peserta didik. Mungkin metode atau caranya saja yang berbeda, menyesuaikan situasi di masa pandemi ini. Sekolah dalam menyusun jadwal kegiatan peserta didik dapat memasukkan kegiatan-kegiatan yang memfasilitasi peserta didik dalam memperkuat karakternya. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menghadirkan kegiatan-kegiatan sekolah di saat sebelum masa pandemi ke dalam kegiatan pembelajaran jarak jauh.

Di pagi hari sebelum mulai proses pembelajaran, siswa bisa dikondisikan untuk membaca Asma’ul Husna (bagi yang beragama Islam) atau membaca Al Kitab bagi yang beragama lainnya. Pun kegiatan lainnya seperti ibadah dan kegiatan lainnya yang sudah biasa dilakukan di sekolah pada saat sebelum pandemi, harus difasilitasi agar peserta didik tetap melakukannya dari rumah masing-masing. Sebagai kontrol terhadap kegiatan tersebut, tentu saja sekolah harus menyediakan form-form presensi yang harus diisi peserta didik setelah melaksanakan pembiasaan-pembiasaan tersebut.

Komunikasi dengan orang tua juga bisa menjadi bagian dari kontrol terhadap pembiasaan-pembiasaan yang telah dijadwalkan oleh sekolah. Wali kelas dengan paguyuban kelasnya mempunyai peran yang strategis di sini. Presensi yang diisi oleh peserta didik dikonfirmasi kepada orang tua melalui paguyuban kelasnya masing-masing. Dengan demikian aktivitas anak benar-benar dapat dipantau oleh sekolah maupun orang tuanya di rumah. Inilah salah satu bentuk kolaborasi antara sekolah dan orang tua sebagai bagian dari komponen tri pusat pendidikan. Jika hal ini dapat terus dikondisikan secara baik oleh keduanya, tentu kecenderungan munculnya “kenakalan” anak dalam proses pembelajaran di masa pandemi covid-19 ini dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INFO REDAKSI

Mulai saat ini, serial tulisan "Menjadi 'GOBLOK' Dalam Kesibukan" tayang juga di blog ini. Semua tulisan dalam serial ini diambil dari tulisan yang sama di catatan dan dinding facebook saya. Silahkan beri penilaian: Bermanfaat, Menarik, atau Menantang di bawah artikel yang sesuai. Bagi pengguna facebook masih tetap bisa membacanya melalui link: https://www.facebook.com/mr.yulitenan